Senin, 14 September 2009

Dosis Kasih yang Tulus


Diterbitkan di Harian Metro Riau 28 Juni 2009

“Kasih ….. tidak mudah tersinggung atau jengkel atau marah; tidak memperhitungkan kejahatan yang diterima – tidak menaruh perhatian atas kesalahan yang dideritanya, tidak bermegah diri, dan tidak sombong.“
Sebenarnya berjalan dalam kasih itu baik untuk kesehatan kita, tahukan kita akan hal itu? Kasih yang tulus dan sesungguhnya tidak pernah mengharapkan apa-apa. Seorang mengasihi berarti dia menaruh perhatian dan tidak mengharapkan imbalan dan balasan dari orang yang dikasihinya.
Namun terkadang di dunia ini, kita sering mendengarkan orang mengasihi, teman-teman mengatakan karena kasih si A bisa naik kelas, karena kasih dia bisa diterima kerja di sini, karena kasih dia bisa menyandang jabatan itu dan lain sebagainya. Tanpa menyadari secara mendalam dan sesungguhnya tentang kasih itu.
Seorang pimpinan dalam perusahaan atau lembaga dan instansi terkadang di dalam memberikan motivasi kerja (menuntut kewajiban) berdasarkan kasih kepada bawahannya. Namun setelah karyawan atau bawahannya akan menerima hak-haknya sebagai pekerja kebanyakan pengusaha, lembaga atau instansi menutup mata dengan ‘kasih’ ini. Bahkan kalau bisa tenaga bawahan diperas habis-habisan dan menekan upah serendah-rendahnya.
Namun anehnya si pengusaha, bos atau pimpinan dalam memotivasi pekerjanya terus mendengungkan kata-kata kasih. Pada hal di dalam dirinya masih berkecemuk ‘realitas kecurangan’ dan ketidak-relaan memberikan upah yang seharusnya diterima karyawan atau bawahannya itu. Pada hal jelas-jelas kasih itu tidak memperhitungkan, kasih itu rela dan tulus, kasih itu tidak merahasiakan, kasih itu bukan memeras dan kasih itu sesungguhnya adalah indah kalau terealisasi.
Tetapi saat ini, kasih yang sesungguhnya sangat jarang kita temukan. Kasih hanya sebatas ucapan semata. Bahkan orang-orang yang mengucapkan kata kasih itu sendiri hanyalah topeng pada saat ini.
Para bos, atasan atau pimpinan di sebuah perusahaan atau lembaga masih mempunyai perhitungan angka-angka untuk mengeluarkan upah pada anak buah. Pimpinan masih saja otoriter dan selalu menganggap dirinya benar sementara anak buah selalu salah. Ini menandakan egoislah yang muncul. Dan ini sangat bertentangan dengan kasih yang dimaksud dalam kekristenan.
Seharusnya seorang pimpinan atau bos baik itu diperusahaan, lembaga, atau instansi menerapkan kasih yang sesungguhnya. Jangan hanya ucapan dimulut saja. Apalagi kalau bos atau pimpinan itu seorang yang hidup di tengah-tengah Yesus Kristus tentu jangan sampai kata-kata dari mulutnya tentang kasih sementara dirinya masih ada ego, masih ada marah, jengkel dan permusuhan (baik permusuhan pendapat maupun permusuhan badan).
Pada hal kita tahu bahwa kasih itu baik untuk kesehatan. Itu benar! Ilmu kedokteran telah membuktikannya, para peneliti telah menemukan bahwa permusuhan menghasilkan stress yang hanya mendatangkan tukak lambung, sakit kepala yang menegangkan dan sejumlah sakit lainnya.
Bila kita berpikir tentang permusuhan, kita mungkin berpikir tentang jenis kemarahan yang kita rasakan tentang sesuatu yang serius terjadi. Tetapi menurut para pakar, jenis itu bukanlah penyebab masalah yang terburuk. Justru hal-hal kecil: Bila pembatu merusakkan sepatu kita ketika menyemir sepatu mencuci atau bila pramusaji mencampur sambal pada makanan kita padahal kita tidak suka pedas, hal itu lazim bukan…? Kasih akan hilang dari ucapan kita dan berganti caci maki dan marah.
Pikirkanlah berapa banyak ketegangan yang dapat kita hindari dengan bersikap lekas memaafkan, dengan menghayati hidup kita menurut 1 Korintus 13 dan tidak memperhitungkan kejahatan yang dilakukan terhadap kita. Bayangkan manfaaat fisik dan emosi dari kehidupan seperti itu!
Jika kita membiarkan diri terbiasa dibelenggu oleh permusuhan, itu mungkin terdengar seperti impian yang mustahil, tetapi sebenarnya tidak!, Karena sebagai orang yang percaya yang dilahirkan baru, kita memiliki kasih Tuhan dalam diri kita.
Jika kita pasrah pada kasih itu, maka itu akan memerdekakan kita, ingatlah ketika Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus dari kuburnya? Lazarus hidup tetapi masih terikat dengan kain kafan. Tuhan Yesus memerintahkan agar ikatannya dilepas sehingga dia dapat bebas berjalan.
Yesus menginginkan kebebasan yang sama bagi kita. Jadi, bersepakatlah dengan Dia. Katakanlah pada kebiasaan maut yang mengikat kita, “Dalam nama Yesus lepaskan aku dan biarkan aku pergi! Aku menaruh sikap permusuhan, sikap tidak memaafkan dan keserakahan di belakangku. Aku akan menghayati Kehidupan Kasih!”
Dosis kasih yang tulus tidak berpura-pura, kasih yang tidak bertopeng dari ucapan saja, kasih yang tidak egois dan ingin menang sendiri yang menganggap diri benar dan orang lain itu salah, kasih bukanlah menjadi bahan ucapan semata-mata. Kasih yang sesungguhnya adalah penerapan pada kehidupan bukan ucapan.
Buatlah dan tanamkanlah akar kasih yang sesungguhnya. Jangan suka mengata-ngatai orang lain, jangan suka bertengkar, jangan egois, jangan suka mengadu domba, jangan suka menganggap diri yang benar, sebab itu hanyalah perbuatan kesia-siaan yang tidak berdasarkan kasih sesungguhnya.
Ingatlah: Tidak diperlukan suatu mujizat pengobatan untuk mengubah kehidupan kita. Yang diperlukan hanyalah sebuah keputusan untuk pasrah pada kekuatan Kasih. Lakukan hal itu dengan benar hari ini, dunia akan indah seperti taman firdaus.
Sebagai bahan renungan bagi kita (1 Korintus 13 dalam beberapa ayatnya berbunyi; sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing; kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong; Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain dan kasih tidak berkesudahan)
Hanya dalam kasihlah kehidupan yang indah terukir. Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati.***

(Erwin Hartono, S.Pd)
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru)

0 komentar: