Jumat, 07 Mei 2010

Sudah Dimuat di harian Metro Riau, Minggu 25 April 2010

Ajaibnya Potensi Diri

Bunyi salah satu ayat di dalam Alkitab pada buku, 1 Tawarikh 29:12 “Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya.”

Ilustrasi renungan Minggu ini, di mana di sebuah kebun di dekat rumah kita dipenuhi rumput, semak dan perdu. Tumbuh-tumbuhan liar itu begitu subur menutupi kebun ini. Tumbuhan ini seenaknya berkembang bahkan cepat sekali, sehingga semak yang ada sudah setinggi paha orang dewasa. Hal ini membuat kita berpikir panjang untuk membersihkannya. Selain membutuhkan tenaga yang besar di dalam membersihkannya, juga kalau dibersihkan dua atau tiga bulan lagi akan tumbuh seperti ini.

Di satu sisi, semak dan rumput liar yang ada di kebun dekat rumah ini memang mengganggu pemandangan. Bahkan bisa saja menjadi tempat bersarangnya serangga dan binatang buas. Rumputan liar ini sudah mengalahkan tanaman jagung.

Tanaman jagung menjadi terdesak dengan kesuburan semak dan rumput liar ini. Bahkan perkembangan tanaman jagung menjadi terhambat. Tanaman jagung yang harusnya dipanen pada usia tiga bulan, sekarang sudah lima bulan, belum juga berbuah.

Kalau dibiarkan terus, otomatis tanaman jagung akan mati. Tanaman jagung akan digilas semak dan rumputan liar. Anehnya semak dan rumputan liar yang tidak pernah kita pelihara ini tumbuh semakin subur. Bahkan menguasai areal kebun dekat rumah tersebut.

Tanaman jagung itu harusnya sudah panen. Namun kenyataan rumput liar telah mengganggu pertumbuhan jangung. Sebagian dari tanaman jagung sudah hampir mati. Sisanya ada yang mati, alhasil tidak akan bisa dinikmati lagi buahnya. Kalaupun ada yang berbuah, menjadi kecil.

Akhirnya, jalan satu-satunya adalah dengan membersihkan rumput liar yang tumbuh di sekitar jangung beserta pemusnahan jagung yang telah gagal panen tersebut. Pohon jagung yang tersisa terpaksa dicabut sebab kalau dipertahankan tetap tidak akan menghasilkan buah.

Sekarang kebun jagung itu menjadi bersih dan terang karena tidak ada lagi dedaunan yang menghalangi sinar matahari menerobos ke tempat itu. Tanahnya menjadi lebih rapi karena tidak ada lagi semak belukar dan rumput liar yang menjulang. Tampak kosong dan bersih untuk saat ini.

Nyaman memandang tempat yang bersih seperti ini. Bahkan pemilik kebun itu sempat membiarkan tanah kosong ini untuk tidak dikelola lagi. Lebih baik seperti ini, kosong dan bersih dari tanaman yang harus dirawat.

Namun ternyata ini tidak menjamin bahwa tempat itu akan sama selamanya bersih. Tidak menjamin selamanya terbebas dari semak belukar dan rumput liar. Sekali pun kelihatannya tanah itu kosong saat ini, tapi di dalam tanah itu terdapat kehidupan dan kekuatan yang tidak terbayangkan.Potensi yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah mati. Sebagai buktinya, biarkan tanah kebun dekat rumah tadi dalam kondisi ini selama beberapa minggu, maka kita akan melihat dalam beberapa waktu ke depan, mulai muncul semak dan rumput-rumput kecil atau tanaman kecil dengan berbagai jenis dedaunan.

Sungguh luar biasa kekuatan yang ada di dalam tanah. Mampu memunculkan jenis tumbuh-tumbuhan baru setelah dibiarkan berminggu-minggu. Pada hal tidak ada yang menaruh benih di atas tanah tersebut.

Kalau kita selidiki, itulah keajaiban Tuhan. Dia memiliki potensi yang tidak pernah mati. Potensi kehidupan yang dimiliki-Nya tidak akan pernah habis. Kehidupan yang ada di dalam bumi ini, selama Dia mengijinkannya tetap akan hidup.

Pola kehidupan yang Dia ciptakan begitu sempurna, tidak saja di lahan yang subur dan humus kita bisa melihat tumbuhan subur, bahkan di padang gurun sekalipun kita bisa menemukan jenis tanaman yang khusus diciptakan untuk bertahan di alam tersebut.

Semakin kita mempelajari dan menelaah potensi alam ini, semakin kita mengagumi kebesaran Tuhan. Dia yang merancang dan membuat semuanya ini. Kehebatan jari jemari Allah demikian luar biasanya, bahkan kreativitas-Nya tiada tanding.

Begitu sempurnanya, Tuhan memberikan kehidupan dari dalam tanah. Sungguh tenaga dahsyat mewujudkan sebuah kehidupan yang tidak pernah mati. Suatu kehidupan yang tak pernah musnah. Allah begitu dahsyat dan tidak akan ada yang dapat menyamai-Nya.

Hal lain yang perlu kita syukuri, di mana manusia diciptakan “serupa dan segambar” dengan Dia. “Serupa” artinya, potensi yang Allah punya bisa kita punya juga. Kita dilahirkan dari potensi yang Dia miliki. Kita memang sadar tidak mungkin dibuat “sebesar” Dia, tapi potensi yang Dia taruh di dalam diri kita itu akan sama dengan kekuatan dan kehidupan yang ada di dalam tanah tadi. Tidak akan ada matinya.

Sekali hujan menyiram dan mengairi tanah kebun tadi, maka kekuatan alam akan mulai bekerja dan menumbuhkan kembali rumput liar dari dalamnya. Dan hal yang sama akan terjadi di dalam diri kita. Potensi itu sudah Allah taruh di dalam diri kita. Dan potensi itu hanya tinggal menunggu diaktifkan saja. Sekali kita mengaktifkannya, maka kita akan melihat potensi itu bertumbuh dan berkembang.

Potensi yang tersimpan di dalam diri setiap manusia, bisa sama kekuatannya seperti biji yang ditabur di atas tanah. Di dalam biji itu terkandung kekuatan yang luar biasa. Demikian juga potensi kita. Tuhan sudah menaruh “keserupaan” itu di dalam kita. Ketika kita menaruh pola pemikiran untuk tunduk dan patuh pada perintah Tuhan, maka pengaktifan potensi itu akan membawa kita pada sebuah pertumbuhan yang bukan hanya sekedarnya, tapi benar-benar mempunyai kekuatan yang besar.

Sebagai anak-anak Tuhan, kita diminta untuk tidak menyimpan potensi itu begitu saja dan membiarkannya mati. Karena potensi yang dibiarkan tidak terawat bisa membawa hal yang buruk.

Kita bukan berbicara tentang potensi yang ada di dalam kita saja, tapi juga potensi yang ada di dalam diri anak-anak kita. Tanpa bimbingan yang benar akan membawa mereka ke dalam banyak kesulitan nantinya. Potensi yang bertumbuh liar tidak terarah bisa menjadi “hutan” kecil yang semakin dibiarkan akan semakin sulit untuk menghentikan dan membereskannya.

Rasa takut akan Tuhan merupakan satu-satunya cara bagi kita untuk mengendalikannya. Tumbuhkan itu di dalam diri kita, dan ajarkan hal yang sama kepada anak-anak dan sekitar kita. Ketika itu terjadi, maka kita akan melihat bagaimana tangan pengendalian Tuhan membantu menumbuhkan dan mengembangkan potensi itu dengan cara yang baik dan benar. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberkati. ***


Kamis, 22 April 2010

Dimuat di harian Metro Riau, Minggu 18 April 2010


Kunci Berkat

Kita sering sekali melihat orang banyak jatuh dalam penderitaan dan kesulitan menghadapi masalah. Mulai dari kehilangan peluang, kehilangan pekerjaan, kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya karena mengedepankan emosi dan amarah. Emosi dan amarah yang menggebu dan tanpa kendali telah membuat segalaya hilang lenyap. Emosi dan amarah yang meluap-luap tidak menjadi berarti dan hanya akan mendatangkan bencana pada diri sendiri.
Kemarahan tidak hanya menyakiti hati orang lain, kemarahan juga menyakiti diri sendiri. Bahkan kemarahan yang berlebihan bisa mendatangkan penyakit. Sekarang ini banyak rumah sakit yang sedang merawat orang sakit karena amarahnya yang tidak bisa terkendali dan terlalu lama menyimpan amarah (amarah berkepanjangan). Lama-kelamaan amarah ini bisa mendatangkan maut.
Amarah harus dikendalikan, jangan sampai meletup-letup keluar tidak karuan. Sebagai orang dewasa yang berjalan di dalam Tuhan, kita dituntut untuk mengendalikan amarah yang berlebihan. Meredam amarah berarti kita bisa menghindar dari pikiran negatif dan penyakit yang mematikan. Bahkan kita bisa panjang umur dan awet muda kalau selalu tersenyum dan meredam amarah.
Kalau kita menghadapi masalah atau gangguan, baik itu masalah kecil atau besar, hadapilah dengan bijak, redam kemarahan sebisa mungkin, lakukan penundaan dua-tiga detik dengan menarik napas panjang, kalau perlu pergilah ke kamar kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air dingin, agar murka kita mereda dan kita terlepas dari ancaman wajan panas yang bisa menghancurkan masa depan kita.
Kita memang berusaha keluar dari persoalan dan mendapatkan keinginan, tetapi bukan dengan cara marah-marah. Cita-cita untuk mendapatkan sesuatu adalah baik. Bahkan permohonan dan doa untuk mendapatkan berkat Tuhan adalah mulia. Tetapi jalannya tidaklah dengan marah. Jalannya tidaklah dengan melakukan segala cara. Melakukan cara-cara yang tidak benar.
Untuk memperoleh berkat-berkat Tuhan tidak bisa dengan amarah. Memperoleh berkat tidak bisa melakukan cara-cara yang licik. Kalau pun kita memperoleh sesuatu yang kita inginkan dengan kelicikan, itu tidak akan bertahan lama. Lambat laun berkat yang baru saja diperloleh itu akan lenyap.
Misalnya ketika kita menginginkan suatu jabatan di sebuah tempat kerja, berusahalah untuk bekerja keras dan berprestasi. Usaha keras dan prestasi serta berdoa kepada Tuhan adalah cara yang diajarkan Tuhan Yesus yang seharusnya kita teladani.
Jabatan itu didapat tidak menggunakan cara-cara yang licik dan busuk. Jabatan itu jangan sampai didapat dengan cara mengorbankan orang lain. Memfitnah dan menjatuhkan orang lain dengan berbagai cara guna mendapatkan jabatan adalah bentuk kelicikan yang sangat dibenci Tuhan. Jangan gara-gara untuk mendapatkan jabatan, kita menghalalkan segala cara. Tuhan tidak akan memberkati orang seperti ini.
Jabatan yang didapat dengan cara-cara yang tidak benar, akan berakhir dengan kekecewaan. Tidak pernah sebuah jabatan yang didapat dengan jalan yang tidak benar akan bisa bertahan lama. Tuhan tidak pernah memberikan berkat kepada orang yang menempuh cara-cara yang licik dan kotor. Berkat-berakat yang sebenarnya didapat dengan berusaha sungguh-sungguh dan berdoa.
Allah berusaha memberi dan mencurahkan berkat-berkat-Nya kepada kita. Memberi adalah cara-Nya Tuhan. Memberi menjadi kebiasaan Tuhan yang mesti kita tiru dan teladani. Hidup dalam jalan-Nya berarti menjadi seorang pemberi.
Menjadi seorang pemberi berkat kepada orang lain lebih berbahagia ketimbang hanya berpikir untuk mendapatkan berkat saja. Bagi mereka yang suka memberi, berkat Tuhan akan berlipat ganda. Tuhan mengajari kita untuk memberi daripada hanya menerima saja.
Cara dunia untuk mengumpulkan dan meningkatkan uang, pakaian, harta milik, rumah, tanah dan bisnis adalah dengan mendapatkan. Kita memang senang untuk mendapatkan sesuatu. Kita kecewa kalau sudah mengeluarkan sesuatu yang berharga yang kita miliki untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan.
Seperti tertulis dalam Matius 6:31-34 “Sebab itu janganlah kamu khawatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
Dalam kerajaan Allah, Yesus Kristus kelihatannya tidak punya masalah kalau kita mempunyai segala hal yang disebut di atas. Akan tetapi, Dia memberikan pernyataan bagaimana caranya untuk memperoleh semua itu, bukan dengan mendapatkan tetapi dengan memberi.
Memberi itu bukan membayar seseorang untuk apa yang sudah dikerjakannya. Memberi itu bukan menaruh sesuatu di tangan seseorang dengan ketentuan dia harus melakuan sesuatu.
Memberi itu bukan meminjamkan. Memberi itu adalah melepaskan sama sekali kendali tentang sesuatu hal kepada orang lain, sehingga mereka bisa melakukan apa pun yang mereka suka kepada barang yang diberikan. Kekayaan sejati tidak diukur dari apa yang yang dipunyai seseorang, tetapi bagaimana mereka memberi dibanding apa yang mereka miliki.
Semua orang bisa memberi sesuatu. Kita termasuk orang kaya kalau kita bisa memberi sesuatu. Bahkan benda yang paling sederhana pun bisa menjadi suatu pemberian bagi orang lain. Kalau kita bertemu dengan orang yang tidak bisa tersenyum, kita bisa memberikan senyum kepadanya. Memberi senyum bukan dari orang yang mempunyai harta yang banyak. Senyum bisa saja diberikan oleh siapa saja dalam strata apapun.
Kalau kita bertemu dengan orang yang sedang marah-marah, kita bisa memberikan ketenangan kepadanya. Kita bisa memberikan kesejukan bukan malah membakarnya menjadi semakin panas. Orang yang lagi panas hatinya itu, kita balas dengan kelembuatan agar marahnya menjadi redam.
Kalau teman kita kesulitan dalam belajar di sekolah, kita bisa mengajarinya. Dengan mengajarinya kita berarti sudah membantunya. Bukan malah memberikan jawaban pada saat ulangan atau ujian. Memberikan contekan bukanlah jalan yang terbaik bila kita ingin berbuat baik dengan teman yang tidak tahu jawaban ulangan atau ujian. Dengan mengajarinya berarti kita telah memberikan pengetahuan kepadanya.
Kalau kita bertemu dengan teman yang sedang frustasi dan sedang dalam ambang ketidakstabilan jiwa, sedang dalam duka cita, kita hendaknya menjadi sahabat di dalam memberikan ketenangan dan sukacita. Kita bisa menjadi tempat sandaran mencari jalan keluar dari persoalan itu.
Hidup kita akan menjadi petualangan dalam memberi, bukannya pergumulan untuk mendapat. Sebagai anak-anak Tuhan, kita diajari untuk banyak-banyak memberi daripada menerima. Sebab orang yang memberi bukan hanya mereka yang berduit. Memberi bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak membedakan jenis kelamin, usia dan status sosial. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberkati.***
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru
dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)

Sabtu, 10 April 2010

Sudah Dimuat di Metro Riau Minggu 11 April 2010

Menjadi yang Terbesar

Sekelompok rusa sedang makan rumput di sebuah padang belantara. Tiba-tiba muncul seekor singa yang kelaparan yang sedang mencari mangsa. Rusa-rusa itu serentak melindungi diri dengan cara berdiri saling membelakangi membentuk lingkaran dengan arah tanduk-tanduknya ke depan.

Sang singa tidak berani mendekat, takut kena tanduk rusa. Akan tetapi, dengan tipu muslihatnya ia lalu berkata, “Sungguh sebuah barisan yang bagus. Bolehkah aku tahu rusa jenius mana yang mencetuskan ide seperti ini?”

Rusa-rusa itu termakan hasutan sang singa. Mereka berdebat siapa yang pertama kali mencetuskan ide membuat barisan kokoh tersebut. Tidak ada kata sepakat, akhirnya mereka cerai-berai. Sang singa pun dengan mudah memangsa mereka satu per satu.

Ilustrasi tersebut sering kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan kata-kata bijak menjelaskan, sebuah lidi tidak mungkin bisa menyapu halaman rumah kita. Tetapi kalau lidi-lidi itu dikumpulkan dan diikat tentu ceritanya lain. Lidi itu jadi bermanfaat dan mampu untuk menyapu halaman rumah kita. Di saat lidi-lidi itu bersatu, mereka memiliki kekuatan. Tetapi bila mereka berdiri sendiri, mereka menjadi lemah.

Secara tidak kita sadari, sebuah kelompok, sebuah persekutuan dan sebuah kerjasama sangat menopang kehidupan kita. Kita tidak pernah menyadari dari peranan yang diperbuat sahabat. Kita terkadang tidak menyadari peranan besar dari saudara. Kita asyik bertengkar dengan mereka dan menganggap tidak ada gunanya bersahabat atau berteman dengan yang lain.

Dalam sebuah kelompok, baik kelompok kerja di perusahaan, maupun kelompok pelayanan di gereja, salah satu kerikil dan duri paling tajam yang bisa muncul adalah persaingan tentang siapa yang paling berpengaruh, paling berjasa, paling penting dan paling dibutuhkan. Apabila sudah begitu, kelompok tersebut menjadi sangat rapuh. Seperti yang terjadi pada kelompok rusa dalam cerita di atas.

Seseorang merasa tanpa kehadiran atau kesertaannya, kegiatan ini tidak akan jalan dengan baik. Seorang lagi beranggapan karena dialah perusahaan ini bisa maju dan jaya seperti sekarang ini, karena tanpa dia, perusahaan tak akan bisa melakukan terobosan dan mencari peluang melebarkan sayap bisnis yang menghasilkan pemasukan yang banyak bagi perusahaan.

Tanpa kehadirannya, penandatanganan perjanjian proyek ini tidak akan terjadi. Tanpa kehadirannya, rapat dan kebijakan tidak akan jalan. Dan semua orang diperusahaan ini atau di kelompok persekutuan ini sangat membutuhkan kehadirannya. Mereka begitu terikat dan sangat tergantung kepadanya sehingga dia adalah karyawan yang paling dibutuhkan.

Persaiangan ini juga terjadi di antara para siswa di sekolah. Mereka saling bersaing memperoleh nilai yang tinggi. Mereka bersaing untuk disayang dan mendapat perhatian lebih dari gurunya di banding kepada teman-temannya yang lain. Bahkan hingga di rumah pun mereka bersaing untuk menjadi yang paling disayangi kedua orang tuanya.

Segala bentuk persaingan pada intinya tidak salah kalau dilakukan dengan sehat dan tanpa ada maksud tersembunyi di dalam persaingan itu. Apalagi persaingan untuk berlomba-lomba melakukan hal yang baik. Berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan berlomba memberikan kasih kepada sesama.

Persaingan demikian rupanya terjadi juga di kalangan para murid Tuhan Yesus. Setelah sebelumnya mereka berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka (Markus 9:33-37), sekarang tahu-tahu Yakobus dan Yohanes tampil meminta tempat utama kepada Guru mereka. Kesepuluh murid lain kontan marah kepada kedua bersaudara itu.

Tuhan Yesus segera meluruskan pemahaman mereka. Siapa yang ingin menjadi yang terbesar, ia harus menjadi pelayan bagi semua (ayat 43,44). Artinya, kebesaran sejati terletak dalam kerendahan hati.

Tetapi pada prinsipnya persaiangan yang terjadi adalah bukannya malah menjadi pelayan, melainkan ingin dilayani dan mendapat tempat yang paling terhormat. Kebesaran seseorang itu terletak pada kerendahan hatinya bukan pada ketinggian hati.

Untuk apa seorang yang kaya kalau tidak pernah menyumbang dan membantu sesama yang kesusahan. Untuk apa menjadi pandai kalau ilmu yang dimiliki tidak bisa bermanfaat bagi orang lain. Lebih baik sebagai seorang yang sederhana, namun memiliki hati emas dan kasih sayang yang tulus. Daripada kehormatan yang tinggi tapi berhati srigala dan penghisap darah orang lain.

Rasanya sebagai anak-anak Tuhan tidak selayaknya kita mencari-cari kebesaran diri. Biarlah Tuhan yang menilai dan memberikan upah kita yang sesungguhnya. Sebab penilaian Tuhan tidak pernah salah atas semua perbuatan yang kita lakukan selama ini. Mesin komputer untuk menilai hasil ujian kita yang tertuang pada perbuatan kita di dunia ini terekam dengan jelas. Tidak pernah terjadi kesalahan teknis, sebab penilaian terhadap kita yang menjadikan upah kita di sorga begitu valid.

Kalu kita sebagai orang yang berada, jadikanlah itu untuk pelayanan kasih yang sesungguhnya. Kalau kita pintar, jadikanlah itu untuk membantu dan mencari jalan keluar dari segala permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Sehingga kita menjadi besar karena menjadi pelayan kasih-Nya.

Sebab barang siapa yang mencari kebesaran dengan cara memegahkan diri, tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tetapi barang siapa yang menunjukkan kasih dan menjadi pelayan-pelayan otomatis pintu sorga terbentang dikehidupannya.

Tuhan tidak pernah menghalangi kita menjadi besar. Tuhan sangat senang umat-Nya memiliki nama yang besar akibat prestasi yang diukirnya. Tetapi ingatlah selalu, ketika kebesaran yang kita miliki itu menjadi kenyataan, janganlah anggap itu sebuah kesombongan diri. Janganlah anggap itu hasil usaha dan kerja keras sendiri tanpa bantuan dan kesertaan Tuhan di dalamnya.

Kalau kita sebagai orang yang berada, ambillah langkah dan jalan melayani, itulah yang sesungguhnya yang membuat kita menjadi besar. Itulah sesungguhnya kebesaran yang sejati.

Untuk bahan renungan kita minggu ini tertulis di kitab Markus 10:43-45, “Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Marilah kita berlomba-lomba untuk menjadi yang terbesar dengan melakukan pelayanan kasih yang sesungguhnya di tengah-tengah kita. Marilah kita mengulurkan tangan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Dengan begitu, sebagai umat Kristen yang melayani, nama besar yang sesunggunya ada pada diri kita menunjukkan “kekecilan” kita di mata manusia dan menjadi besar di mata Tuhan. Semoga kita bisa menjadi pelayan-pelayan sejati yang membesarkan kita kelak. ***

Erwin Hartono, S.Pd

(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru

dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)

Hari Ini Paskah

Sudah Dimuat di Harian Metro Riau, Minggu 4 April 2010


Yesus Telah Bangkit

Roma 5:8 “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”

Kalau ditanyakan kepada siapa saja di muka bumi ini, tidak ada seorang pun yang ingin hidup susah, menderita dan sengsara. Semua orang ingin senang dan bahagia. Tuhan bahkan tidak pernah bahagia melihat manusia hidup menderita dan sengsara. Tuhan senang melihat manusia ciptaan-Nya hidup dengan penuh kelimpahan, namun manusia terkadang malas dan ingin senangnya saja.

Pada dasarnya, setiap orang ditakdirkan untuk hidup sebagai seorang pengusaha. Cuma dengan berusaha saja, seseorang dapat bertahan untuk hidup. Untuk meraih kesuksesan atau kemakmuran, kita harus bekerja keras serta berusaha, dan membangkitkan kemauan diri di dalam berusaha.

Perjuangan hidup tiada mengenal lelah, harus berani mencoba dan terus mencoba,
harus berani menerima serta menghadapi tantangan hidup, dan sebisa mungkin memanfaatkan kesempatan yang diberikan kepada kita. Jangan malah takut menghadapi hidup dan ragu-ragu memanfaatkan kesempatan yang dipercayakan kepada kita.

Seseorang ingin berhasil dalam sekolahnya tetapi dia malah malas belajar. Kalau disuruh belajar oleh orang tuanya malah membangkang. Di sekolah pun cara belajarnya tidak serius, hanya ikut-ikutan saja daripada tidak sekolah. Orang ujian, dia pun ikutan ujian dengan cara mencontek punya temannya atau malah menjawab asal isi.

Seharusnya, kalau kita berkeinginan sukses di dalam studi, tentu jalan satu-satunya adalah belajar dengan tekun dan giat. Belajar dengan keras merupakan perjuangan yang disenangi Tuhan. Sehingga kesuksesan yang kita raih tidak sia-sia.

Selain itu, kalau kita hendak sukses dalam pekerjaan atau dalam berusaha tentu dengan kerja keras. Jangan bermalas-malasan. Tuhan menyenangi orang pekerja keras. Sebab dalam diri orang pekerja keraslah kesuksesan berusaha akan bisa diraih.

Tetapi pada kenyataannya, kita banyak yang menyerah kepada kerasnya hidup. Kita malas dan menolak jalan bekerja keras. Kita tidak mampu bertahan dengan badai, ombak dan dan hantaman batu cadas. Kita sangat rapuh dan cepat berputus asa. Kita tidak siap memperoleh tiket kemenangan dan menyerah di tengah jalan, bahkan ada yang menyerah sebelum bertanding.

Permasalahan dan persoalan hidup adalah rival yang mesti kita taklukkan dan kalahkan. Bukan sebaliknya, persoalan dan permasalahan itu menghancur-leburkan hidup kita. Sebab pada kenyataannya, kita tidak sendiri. Tuhan adalah penolong yang sejati. Sebesar apa pun persoalan dan permasalahan hidup, kalau kita sertakan Tuhan di dalamnya, akan menjadi mudah.

Yang paling penting dalam hidup ini adalah kita wajib setiap saat dan setiap waktu mengucap syukur serta berdoa kepada Tuhan agar setiap langkah hidup kita diberkati serta selalu dalam penyertaan-Nya. Agar kehidupan kita kelak juga diberikan-Nya tempat yang layak.

Semua itu sudah selayaknya menjadi panggilan hidup orang Kristen. Karena pada saat kita mengucap syukur, itulah saat kita menyatakan dan mengungkapkan tanda kasih kita kepada Tuhan. Pada saat kita memuliakan nama-Nya, itulah kesempatan kita merendahkan diri dan sujud menyembah-Nya.

Namun yang sering terjadi adalah, di mana kesuksesan telah diraih. Kita justru tenggelam dalam kehidupan. Bahkan sengaja menenggelamkan diri pada dunia. Lupa akan keberadaan-Nya. Kita, justru lupa bahwa kasih Tuhan yang menolong serta menuntun hidup kita hingga semuanya itu dapat diraih.

Kita menjadi lalai atas kewajiban kepada Tuhan karena kesuksesan, kesenangan hidup dan harta telah membutakan mata. Kita lupa dan kadang menyangkal bahwa kesuksesan itu bersumber dari kemurahan Tuhan. Kita mulai memegahkan diri. Mulai sombong dan melupakan dasar hidup sebagai orang Kristen.

Kita menganggap akar dari kesuksesan itu adalah berkat usaha sendiri. Kesuksesan itu adalah usaha keras tanpa bantuan siapapun juga. Bahkan kesuksesan itu hanya patut kita rayakan dengan berpesta pora.

Apa yang terjadi ketika kesuksesan itu pada suatu waktu tiba-tiba diambil dari diri kita? Yang timbul justru adalah rasa sesal, kecewa, dan marah kepada Tuhan, karena kita menganggap Tuhan tidak menyertai usaha yang sedang kita lakoni. Kita malah “bernegatif thingking” mengatakan Tuhan tidak senang dengan kesuksesan.

Kita terkadang berat sebelah. Ketika kita sukses dalam hidup, kita melupakan Tuhan dan asyik pada hidup duniawi. Namun kalau sudah terjadi kesulitan hidup, tumpur dan lain sebagainya, kita malah menyalahkan Tuhan. Pada hal kitalah yang tidak pernah menyertakan-Nya dalam hidup, baik susah maupun dalam senang.

Kebanyakan orang, melihat keterpurukan hidup justru membuatnya menjadi semakin lemah dan jatuh ke dalam dosa. Mereka justru larut dalam kesedihan, ratap dan tangis, melupakan harap serta membangkitkan siksa bagi diri sendiri. Mereka menjadi lemah, dan kadang lupa untuk berusaha bangkkit kembali.

Sesungguhnya, Tuhan bukanlah pribadi yang lemah seperti itu. Tuhan itu sangat baik, dia setia dan selalu menyertai kita. Setiap saat, setiap waktu, dan di setiap kesempatan kala kita membutuhkan hadirat-Nya. Ia selalu menyempatkan hadir untuk menyapa kita dan menemani kita, tidak hanya di saat kita sedang menghadapi masalah, tetapi juga, di saat kesenangan ada di dalam diri kita.

Sungguh Dia teramat baik. Meskipun kita sering lalai atas panggilan kasih-Nya, Ia tetap mau datang dalam hadirat-Nya untuk menghibur, menolong, dan menjaga kita. Ia bukanlah imajinasi, melainkan sebuah kenyataan yang dapat kita rasakan, tidak hanya di dalam hati, akan
tetapi juga di dalam kehidupan nyata kita. Dia bukanlah halusinasi yang menawarkan mimpi-mimpi melainkan kenyataan hidup.

Tindakan kasih Tuhan yang teramat agung dan rasanya tak mungkin kita samai atau
jumpai pada pribadi yang lain, adalah dengan memberikan nyawa-Nya untuk keselamatan kita agar tidak terpuruk dan jatuh ke dalam jurang maut, upah orang berdosa.

Tuhan Yesus mengalami penderitaan hebat, sewaktu Ia diadili, di saat Ia
harus memikul salib, dan pada saat Ia disalibkan. Yesus mati mengalami penderitaan di dalam sisi kemanusiaan-Nya, dan bukan di dalam ke-Illahian-Nya. Tetapi Yesus tersenyum bahagia di dalam menjalankan misi penyelamatan-Nya.

Misi penyelamatan-Nya tidak semudah dan segampang yang ada dalam film-film laga Barat. Darah yang mengalir keluar dari tubuh-Nya merupakan tanda basuhan dosa atas manusia, agar manusia dapat ditebus serta disucikan dari dosa. Ia disalibkan bagai seorang penjahat besar (karena pada pada waktu itu, orang yang disalibkan adalah orang yang dianggap telah melakukan sebuah kejahatan besar saat itu), pada hal apa yang dilakukan-Nya adalah untuk menanggung segala dosa kita.

Apabila kita merenungkan akan hal ini, siapakah yang sebenarnya harus disalibkan? Begitu besar kasih dan rasa sayang Tuhan kepada kita sehingga Ia bersedia menggantikan kita untuk menderita di kayu salib agar dosa-dosa kita dapat ditebus.

Kita harus bersyukur kepada Allah akan hal tersebut karena kita telah diselamatkan dan terbebas dari hukuman menerima alam maut karena dosa-dosa kita dan dapat menjadi hamba kebenaran.

Dalam Roma 6:18 dinyatakan, “Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” Yesus melakukan sesuatu yang kelihatan mustahil untuk kita, mengorbankan diri-Nya agar orang banyak terselamatkan. Ia melakukan pembaharuan dalam kehidupan umat manusia, khususnya kepada mereka yang percaya kepada-Nya.

Sebagai anak-anak Tuhan, Kematian Tuhan Yesus dan juga Paskah, tidak akan pernah berarti jika di dalam diri dan hidup kita tidak pernah ada respon positif atas kemurahan serta kebaikkan yang telah Tuhan perbuat untuk kita. Selamat Paskah, Tuhan memberkati. ***

Erwin Hartono, S.Pd

Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru

dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi

Paskah Sudah di Depan Mata

Sudah Dimuat di harian Metro Riau, Minggu 28 Maret 2010

Kemenangan Orang Percaya

Persoalan dan pergumulan hidup menjadi tantangan kita di dunia ini. Tetapi jangan gara-gara persoalan itu membuat kita menjadi frustasi, stress dan melupakan pertolongan Tuhan. Persolan itu adalah derita yang mesti kita tanggung. Itu belumlah seberapa dibandingkan dengan pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib.

Saat ini, semakin beraneka ragam persoalan yang kita hadapi. Mulai dari pekerjaan, masalah pendidikan anak, biaya hidup yang semakin lama semakin tak bersahabat dengan kocek orang-orang miskin. Terkadang beragam persoalan ini membuat kita terpukul dan akhirnya mencari jalan pintas.

Tuhan Yesus tidak menghendaki kita memilih jalan pintas, jalan tol yang bebas dari hambatan bahkan jalan yang tergesa-gesa. Tuhan menghendaki kita berjalan apa adanya, tenang dan selalu berpengharapan kepada-Nya. Kita boleh saja hidup miskin, namun memakan rezeki yang halal, selalu berbuat kebaikan dan kasih yang tulus, bukan berpura-pura.

Kekayaan rohani dijanjikan-Nya di surga masih memiliki peluang yang sangat besar untuk kita raih. Masih sedikit orang yang memilih dan mengikut jalan-Nya. Sebab barang siapa mengikuti jalan salib (Yesus Kristus) harus siap untuk menderita. Namun upahnya di surga tak kan dimakan rayap. Harta di surga adalah suci, tidak dikenai pajak, bebas dari pemeriksaan KPK, dan bebas dari uang haram.

Memang dalam kenyataan sehari-hari sangat sedikit orang yang memilih jalan memikul salib. Orang lebih senang dengan jalan pintas. Ingin lulus dengan nilai yang tinggi dalam Ujian Nasional (UN) dengan membeli kunci soal dan berbagai contekkan lainnya. Ingin kaya, memilih jalan pintas dengan melakukan usaha illegal. Ingin sesuatu lebih, memilih jalan yang menghalalkan segala cara.

Kita bukan tidak sadar dengan membeli kunci jawaban atau bocoran soal Ujian Nasional itu perbuatan yang tidak benar. Berusaha secara illegal, seperti yang akhir-akhir ini marak di media massa, di antaranya persoalan kasus Century, kasus penggelapan pajak, kasus judi, kasus CPO dan minyak oploson yang kesemuanya itu adalah salah.

Jangan memandang kekayaan dunia dengan hanya melihat uang dan keuntungan dari usaha yang illegal tersebut. Banyak cara, kalau ingin berhasil dalam Ujian Nasional bukan dengan membeli bocoran soal, namun dengan belajar yang tekun. Kalau ingin kaya, berusahalah yang legal yang tidak melanggar hukum dan ajaran agama.

Tetapi kita terkadang tidak mau bekerja keras dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan semua itu dengan legal. Kita lebih memilih jalan pintas daripada jalan yang benar. Kita lebih memilih jalan yang gelap. Kita tidak bisa membedakan uang hasil judi, nilai yang baik dari hasil membeli bocoran soal atau uang hasil usaha oplosan, baik CPO maupun minyak tanah. Pada hal kita sadar telah merugikan diri sendiri dan orang lain.

Apakah kita tidak menyadari telah memberikan uang judi kepada anak-isteri, kita memang memperoleh keuntungan dari hasil Ujian Nasional yang kita beli bocorannya sehingga bisa lulus dengan nilai yang baik dan masuk sekolah favorit tetapi setelah di sekolah favorit itu kita gagal. Kita telah memberikan orang makan dari hasil oplosan CPO dan minyak tanah yang tidak halal. Efek negatifnya bisa kita rasakan sekarang atau pada anak cucu (waktu yang lama baru dirasakan).

Bukan ini yang dikehendaki Tuhan. Dia tidak pernah memikirkan dan merancang kita untuk berbuat curang seperti ini. Dia selalu mengajari kita untuk selalu berusaha keras di jalan yang benar. Dia tidak menginginkan kita melangkah di jalan pintas.

Sebab Yesus sendiri tidak berkenan melalui jalan pintas untuk sampai ke tempat Bapa-Nya. Pada hal, Dia sebenarnya bisa kalau Dia mau. Tetapi tidak dilakukan-Nya. Dia lebih memilih merasakan penderitaan memikul salib.

Inilah yang diajarkan-Nya kepada setiap orang yang mengaku Kristen. Bukan masalah penyaliban Yesus, tetapi jalan sengsara Yesus, mulai dari gedung pengadilan sampai di bukit Golgota.

Apa yang terjadi saat itu adalah sebuah proses penderitaan dan bukti kasih-Nya kepada anak-anak-Nya, yaitu umat manusia. Dia ingin menyelamatkan manusia yang dikasihi-Nya. Dia tidak ingin cacat di mata Bapa-Nya dan tidak ingin memberikan keselamatan palsu kepada pengikut-Nya yang menjadi anak-anak Tuhan.

Apakah mungkin dan tega Yesus memberikan keselamatan palsu kepada kita, seperti kita memberikan anak-isteri kita kebahagiaan palsu dengan memenuhi dan melengkapi mereka dengan materi yang didapat dengan cara-cara illegal.

Dengan tertatih-tatih Yesus kepayahan memikul salib-Nya sendirian. Digiring dan disiksa di sepanjang perjalanan-Nya. Namun usaha keras-Nya itu membuahkan hasil dengan penyelamatan umat manusia yang kita rayakan dengan Paskah. Kita masih diberikan kesempatan untuk bertobat.

Konsep Perjanjian Lama mengartikan Paskah sebagai hari pembebasan dari perbudakan, dalam Perjanjian Baru juga demikian, Paskah merupakan pembebasan orang-orang percaya dari "perbudakan" dosa dan maut. Semestinya manusia itu mati karena dosa; namun kemenangan Tuhan Yesus di atas kayu salib telah membebaskan kita dari kematian itu.

Yesus telah menang atas dosa-dosa umat manusia secara universal, artinya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Peringatan Paskah juga merupakan suatu pesta kemenangan besar Yesus Kristus, sekaligus kemenangan besar bagi orang-orang percaya.

Yesus bukan hanya menang atas kematiaan-Nya saja di dalam kubur, tetapi sekaligus menang atas dosa manusia. Inilah salah satu dasar iman kepercayaan orang Kristen yang tidak boleh dilupakan. Makanya ketika Dokter Lukas mengatakan dalam bagian ini bahwa "Ia Tidak Ada di sini, Ia Telah Bangkit" (Lukas 24:6), haruslah diyakini bahwa Yesus Kristus benar-benar telah bangkit dari kubur, di gua itu sudah kosong, yang ada hanya kain kafan bekas pembalut mayat Tuhan Yesus. Tidak ada sejengkal pun alasan yang boleh membatalkan pernyataan ini.

Kalau kita perhatikan 1 Korintus 15:17 di sini Rasul Paulus mengatakan “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.” Karena itu, Kebangkitan patutlah dianggap sebuah bukti tentang pribadi Kristus yang Ilahi, Kemesiasan-Nya dan Kuasa-Nya menyelamatkan manusia dari dosa. Tanpa Kebangkitan, itu berarti Yesus yang kita sembah adalah Yesus yang tidak bedanya dengan para tokoh-tokoh agama. Kebangkitan-Nya sekaligus membuktikan Ia hidup.

Bangkitnya Yesus dari kematian merupakan makna dari Perayaan Paskah Umat Kristiani. Makna ini sebenarnya sejajar dengan Paskah Yahudi, Hari Raya Paskah merupakan peringatan peristiwa sejarah, yaitu pembebasan orang Israel dari perbudakan di Mesir (Keluaran 12:1-28). Paskah mempunyai ciri dirayakan terus-menerus.

Saat ini, kita dapatkan "Kemenangan Orang Percaya" tersebut, apa bukti kemenangan itu, bukankah Yesus disalibkan di bukit Golgota? Kejadian kebangkitan Yesus Kristus telah berlalu dua ribu tahun lebih. Dengan peristiwa Paskah ini, kemenangan orang percaya, kebangkitan Tuhan Yesus merupakan peristiwa yang penting dan dahsyat. Begitu kuat-Nya kuasa Kebangkitan membuat terobosan baru. Bagaimana dengan kita semua?

Sesungguhnya apa yang menjadi penghalang kita dalam hidup ini supaya bisa menaruh kepercayaan seratus persen kepada Tuhan? Apa yang senantiasa menjadi penghalang, membuat kita tidak setia kepada Tuhan. Sanggupkah kita menggulingkan batu penghalang hidup kita ini? Sebagai anak-anak Tuhan, mari kita sucikan hidup di jalan yang benar. Selamat hari Minggu, Tuhan memberikati. ***

Erwin Hartono, S.Pd

Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru

dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi

Selasa, 23 Maret 2010

Ketika Paskah di Depan Mata


Sudah dimuat di Harian Metro Riau, Minggu 21 Maret 2010

Sebuah Derita

“Ah, hidup hanya sekali. Karena itu harus benar-benar kita nikmati. Berpesta dan berfoya-foya hingga sampai memabukkan dan mengumbar hawa nafsu menjadi hal biasa. Ke marin, saya baru saja mendapatkan keuntungan perusahaan yang sangat besar. Untuk itu, saya mengundang kalian ke sini untuk berpesta. Silakan makan sepuasnya dan minum sekuatnya. Kita berpesta semalaman suntuk. Jangan takut dan khawatir, saya yang akan membayar semuanya.”

“Setelah itu, saya juga menyediakan wanita-wanita cantik untuk menemani para tamu. Mereka siap memberikan pelayanan dan kepuasan. Para tamu, saya persilahkan memilih salah satu di antara mereka. Kalau memang butuh lebih dari satu, silahkan saja, yang penting teman-temanku sekalian puas dengan kesuksesan yang saya raih ini.”

“Saya juga telah menyediakan minuman termahal yang bisa dinikmati. Tidak penting memikirkan semuanya, sebab saya yang mentraktir. Para tamu yang menjadi sahabat-sabahatku, nikmati saja segala kemewahan ini. Kapan lagi kita bisa menikmati hidup seperti ini. Sebuah kesempatan ini, kita dapat dari keuntungan perusahaan yang begitu banyaknya. Sebuah kesempatan harus dimanfaatkan sebab kesempatan itu datangnya hanya sekali.”

Hampir sama dengan ilustrasi di atas, ilustrasi berikut juga sering terjadi di tengah-tengah masyarakat kita sebagai orang Kristen yang katanya pengikut Kristus.

“Wah, saya baru dapat arisan tadi. Besok saya akan membuatkan makanan yang enak-enak untuk keluarga saya. Selain itu, saya akan membelikan anak-anak pakaian yang baru. Tidak ketinggalan juga untuk suami, saya akan membelikan jas keluaran terbaru. Sisanya, saya akan membeli perhiasan berupa gelang atau kalung.”

“Kalau masih tetap ada sisa, saya akan mengganti peralatan elektronik yang lebih canggih lagi dari yang sudah ada saat ini. Kapan lagi bisa menikmati fasilitas elektronik yang canggih. Tentu saja segala bentuk hiburan akan bisa dinikmati seluruh keluarga saya dari rumah.”

“O, ya, saya hampir lupa untuk mengundang teman-teman dekat untuk makan di rumah. Setidaknya saya akan membuat pesta kecil-kecilan. Sebab beberapa waktu yang lalu, suami saya baru saja mendapatkan undian berhadiah (judi). Uang dari judi tersebut masih ada, dan masih saya simpan.”

Inilah berbagai ilustrasi kehidupan di dunia ini. Kita selalu mengingat sebuah kesenangan dalam suatu perolehan kebahagiaan. Tidak pernah sedikit pun, kita memikirkan bagaimana membuat hidup menjadi berkhidmat. Membuat hidup menjadi bermakna.

Sebuah bentuk anugerah dan kebahagiaan hidup selalu kita bawakan kepada bentuk kesenangan kedagingan. Kita tidak pernah mengingat Tuhan. Kita tidak pernah mengingat Yesus yang begitu luar biasanya memikul dosa-dosa kita. Walaupun Tuhan kita, Yesus Kristus dalam penderitaan, Dia selalu mengingat kita. Bukan di dalam bahagia saja Dia mengingat kita. Sampai ajal-Nya dijemput Bapa-Nya, Dia masih mengingat kita. Dan Dia tidak pernah menuntut balas budi, sebab pengorbanannya bukti ketulusan hati dan kasih yang sempurna.

Kita tidak pernah memikirkan penderitaan Tuhan memikul dosa-dosa umat manusia di kayu salib. Sementara, ketika kita mendapatkan rezeki dan kesenangan hidup, sedikit pun kita tidak mengingat-Nya.

Terkadang ketika kita mendapat kemalangan, baru mengingat Dia. Itu pun ada juga yang sama sekali tidak datang kehadapan-Nya, melainkan mencari Tuhan-Tuhan lain, memuja benda-benda dan menyembah pada berhala. Bahkan menyalahkan Tuhan sebagai pembawa kemalangan tersebut.

Untuk memikirkan saudara-saudara kita yang miskin dan membutuhkan uluran tangan pun kita tidak mengingatnya. Kita malah lebih memilih berfoya-foya dan berpesta yang hanya menghambur-hamburkan uang dan harta pada perbuatan yang tidak baik. Padahal seluruh berkat dan anugerah yang kita peroleh itu berasal dari kemurahan Tuhan dan seharusnya dipergunakan untuk kemuliaan nama-Nya. Memang Tuhan tidak menuntut harus membalas kebaikan-Nya atas kita.

Seharusnya, ketika kita mendapatkan rezeki atau anugerah dari Tuhan, yang kita ingat bukan pesta yang menghambur-hamburkan dan berfoya-foya sifatnya. Melainkan memberikan sebagian anugerah itu kepada yang membutuhkan. Mempersembahkan anugerah itu kepada pelayanan Tuhan.

Perbuatan baik seperti ini, merupakan ciri anak-anak Tuhan. Namun untuk berbuat kebaikan, ketika dalam kesenangan dan kebahagiaan hidup kita terkadang lupa dan sangat langkah terjadi. Seseorang menjadi senang ketika mendapatkan rezeki, tetapi jarang mengingat pemilik kesenangan itu, yaitu Tuhan. Kita mengabaikan dan melupakan-Nya.

Bahkan kita tidak memikirkan tentangga kita yang kekurangan. Tetangga kita yang hidup dalam penderitaan. Yang kita ingat adalah kolega-kolega kita yang selevel yang layak merayakan kesuksesan dan kejayaan kita itu dengan berpesta dan berfoya-foya.

Toh, berbuat baik dengan menyumbangkan rezeki dan anugerah itu hanya merugikan hidup saja. Tidak banyak manfaatnya buat kehebatan kita di tengah-tengah para kalangan elite. Berbuat baik menjadi barang langka di tengah-tengah dunia saat ini. Ketika kita menanggapi positif panggilan dan pemilihan Kristus, saat itu, kita memilih derita sebagai jalan hidup.

Seharusnya menjadi orang Kristen, berarti kita siap untuk bersekutu dengan Dia yang telah menekuni jalan salib. Jalan yang penuh penderitaan, jalan yang penuh siksaan, namun membawa kemuliaan, berkat yang luar biasa dan jalan keselamatan.

Ingatlah kata-kata Yesus, bahwa jalan hidup yang benar adalah jalan sempit yang menuju kehidupan. Jalan sempit itu dipilih pengikut-Nya. Sebaliknya, jalan lebar yang menuju kebinasaan dipilih mereka yang ingin hidup semaunya.

Sebagai bahan renungan kita minggu ini, tertulis di Matius 7:13 yang mengajarkan kita; “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya.”

Begitu “hitam-putih” kehidupan ditawarkan kepada kita, manakah jalan yang kita pilih. Apakah orang Kristen benar-benar tidak boleh bersenang-senang, berpesta, dan menjadi kaya? Jawabannya, ya dan tidak. Ya, pada pilihan yang memang “hitam-putih”. Sebagai pengikut Kristus, kita terikat pada Yesus Kristus. Kita memperoleh hidup berdasarkan pengorbanan-Nya di kayu salib. Jawabannya menjadi tidak, ketika kita mendefinisikan arti penderitaan itu.

Saat ini, kita tidak perlu mengalami derita fisik seperti yang Yesus alami, karena Dia yang telah mengalami-Nya untuk kita. Pengorbanan fisik yang dilakukan-Nya itu, karena kemurahan dan kasih-Nya, sehingga kita saat ini masih bisa menikmati indahnya pagi.

Yang menjadi derita kita adalah nuansa cemooh, dan fitnah. Status kita sebagai orang Kristen terkadang menjadi bahan pertimbangan utama untuk kemajuan karier, maupun di tengah pergaulan. Kita merasa minder dan khawatir jika identistas kita sebagai pengikut Kristus yang bersedia memikul salib menjadi dasar hidup kita di dalam menjalankan hidup ini.

Akhirnya derita kita justru berasal dari kebimbangan kita sendiri menyangkal diri. Kata Yesus; “Setiap orang yang mau mengikut Aku, Ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari, dan mengikut Aku.” (Lukas 9:23).

Ketika Paskah di depan mata, sebagai anak-anak Tuhan, kita siap menjalani hidup yang bercirikan penderitaan. Dan selamat pula menikmati hidup yang dilimpahkan dengan damai sejahtera dan sukacita, dalam pengharapan. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberikati. ***

Erwin Hartono, S.Pd

(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)

Selasa, 16 Maret 2010

Tidak Puas

Sudah Dimuat di Harian Metro Riau Terbitan Minggu, 14 Maret 2010

Saya baru saja membeli rumah baru yang lengkap dengan perabotannya. Hasil ini merupakan usaha suami yang gigih dalam bekerja. Sebab baru-baru ini, dia dipromosikan untuk suatu jabatan. Bulan depan, rencananya kami akan membeli mobil keluaran terbaru, sebab mobil yang ada saat ini sudah ketinggalan zaman. Sementara anak-anak bisa mendapatkan kebutuhan kuliahnya dengan berbagai fasilitas.

Sebagai ibu rumah tangga, saya ingin dipandang oleh ibu-ibu yang lain sebagai keluarga yang berada. Untuk hal ini, pernah saya utarakan kepada suami untuk dibelikan gelang dan kalung bertahtahkan berlian. Untunglah suamiku menanggapi dengan positif, sebab segala perhiasan itu untuk mengangkat kehormatannya. Sebagai isteri pejabat, tentu dia tidak ingin melihat isterinya tidak memiliki perhiasan dan baju yang mewah.

Segala peralatan elektronik rumah yang komplit, membuat anak-anak bisa menikmati tanpa harus bermain keluar rumah. Begitu juga dengan peralatan dapur yang serba luks dan lain sebagainya yang memudahkannya memasak berbagai hidangan yang enak-enak. Inilah yang menjadi keinginan sebagian kalangan ibu, di mana suami mendapatkan tawaran jabatan dan rezeki. Tiada batasan kepuasan menjadi sifat manusia.

Begitu juga harapan semua orang. Kalau dulu, dia hanya berpikir, bagaimana untuk bisa memiliki kendaraan roda dua, tentu hidup ini lebih nyaman ketimbang jalan kaki ke tempat kerja. Seiring dengan bergeraknya waktu, keinginan itu pun berubah. Setelah, dia mampu membeli kendaraan roda dua, dia masih berpikir, seandainya nanti bisa membeli mobil cukuplah sudah. Sebab dengan mobil tentu bisa ke kantor tanpa kepanasan dan kehujanan.

Terpenuhinya keinginan ini, bukan membuat manusia berhenti. Dia masih bercita-cita lagi, seandainya bisa jalan-jalan ke luar negeri, seandainya bisa shoping di luar negeri, bisa menikmati pelayanan hotel berbintang di luar negeri dan lain sebagainya. Segala keinginan ini membuat manusia terkadang hanya memikirkan jalan untuk mendapatkannya. Hati manusia berkecamuk untuk berusaha memiliki semua itu.

Amsal 15:16-17, “Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan Tuhan, daripada banyak harta dengan disertai kecemasan. Lebih baik sepiring sayur dengan kasih daripada lembu tambun dengan kebencian.”

Ayat ini menggambarkan betapa kesederhanaan hidup, namun selalu menyenangkan hati Tuhan lebih berarti daripada kita memiliki harta yang berlimpah yang hanya mendatangkan kecongkakkan. Kesederhaan membuat kedamaian dan kesejukkan.

Coba kita lihat, seorang anak saja sudah berpikir ingin menguasai segala macam permainan yang ada di toko mainan. Mereka bercerita dengan teman-temannya, bahwa di rumahnya sudah ada permaianan yang begitu canggih. Teman yang lain ternyata melebihi anak yang pertama, anak yang lainnya lagi bahkan lebih hebat lagi permainan elektroniknya.

Ternyata anak yang pertama tadi menginginkan permainan seperti punya teman-teman yang lebih canggih itu, bahkan kalau bisa melebihi mereka. Bentuk ketidakpuasan kebutuhan ini sudah terlahir sejak manusia lahir. Jadi tidak salah kalau sifat kurang puas ini akan dirasakan sepanjang hayatnya.

Terkadang apa yang kita pikirkan, kita cita-citakan itu bisa terwujud. Tetapi banyak juga orang yang di tengah jalan menemukan kesulitan dan penderitaan hidup. Sebab tidak semua persoalan hidup menjadi happy ending.

Ketika kebahagiaan hidup dengan ukuran segala keinginan terpenuhi, maka terjadilah kebahagiaan hidup, namun belum tentu berhenti di batas itu. Sedangkan bagi yang tak terpenuhi tentu hanya berupa kekecewaan. Hujatan pun terlontar, menyalahkan orang lain bahkan terkadang menyalahkan Tuhan yang tidak sayang kepada kita.

Sedangkan bagi mereka yang meraih segalanya itu, namun di tengah jalan harus menderita, banyak yang menjadi stress. Mereka terkadang setelah tumpur dari kejayaan hidup duniawi memilih jalan pintas. Bunuh diri jadi kebanggaan. Bunuh diri jadi tradisi orang-orang stress dan yang tidak mempunyai Tuhan di hatinya.

Ketika kebahagiaan diraihnya, manusia bukannya puas. Malah semakin buas. Terkadang Tuhan menguji langkah manusia itu, terkadang lagi, langkah manusia tidak semulus yang ada pada pikirannya. Banyak duri, banyak rintangan dan persoalan menjadi bunga-bunga kehidupan yang mesti dilewati.

Namun ketika semuanya terpenuhi, manusia bukan memilih berhenti. Manusia malah semakin ingin memiliki lebih dan ingin berkuasa. Misalnya saja, setelah dipercaya dengan jabatan tertentu di sebuah tempat kerja, orang tersebut tidak berhenti sampai di sana. Dia masih menginginkan jabatan yang lebih tinggi lagi. Bahkan berniat dialah yang seharusnya memegang pimpinan.

Setelah jabatan pimpinan didapat, bukannya membuat manusia berhenti. Dia masih mencari cela bagaimana mendapatkan kekayaan yang lebih daripada tetangganya. Dia memikirkan bagaimana memperoleh uang yang berlimpah, walau dengan memanfaatkan jabatannya untuk melakukan korupsi. Sehingga terkadang mata menjadi gelap dan ingin mengusai sebanyak-banyaknya.

Tidak adanya kepuasan membuat manusia tersandung dengan dukacita. Kalau saja Presiden Soeharto (presiden kedua bangsa Indonesia) tidak terlena menikmati jabatan presiden tentu dia mendapat tempat di hati bangsa ini, tentu berbagai kasus yang melilitnya itu tidak akan terjadi.

Terlena menikmati kemewahan dan kesenangan hidup membuat manusia melupakan pegangan dasar hidupnya. Walaupun dia rajin beribadah, terkadang kekhusukannya melayang-layang di antara nafsu. Pikirannya pada kekuasaan, sehingga di tempat ibadah pun ingin diperlakukan sebagai penguasa.

Tidak jarang orang-orang seperti ini memperoleh tempat spesial di tengah-tengah peribadahan kita. Mereka begitu dihormati dibandingkan dengan jemaat yang miskin. Pada hal di mata Tuhan mereka itu sama, bahkan bisa jadi si orang miskin ini yang mendapat tempat di hadapan Tuhan. Sebab pikiran si miskin untuk beribadah adalah tulus, sedangkan sebaliknya si pejabat yang memiliki kekuasaan itu berpikiran menyimpang di hadapan Tuhan.

Kebahagiaan hati manusia yang hanya mengandalkan jalannya, tentulah tidak seindah yang dibayangkan. Sebagai umat Tuhan, seharusnya Tuhanlah yang menentukan arah langkah kita. Kita tak akan bisa melangkah tanpa bimbingan-Nya.

Jangan sekali-kali kita memikirkan hanya hati kitalah yang menentukan langkah kita. Jangan kita memikirkan dan mengandalkan kemampuan sendiri tanpa menyertakan Tuhan di dalam hidup kita.

Sebagai bahan renungan Minggu ini tertulis pada Amsal 16:8-9 "Lebih baik berpenghasilan sedikit disertai kebenaran, daripada penghasilan banyak tanpa keadilan. Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.

Sebagai anak-anak Tuhan, kita tak perlu rendah diri karena gaji dan kemampuan kita tidak sehebat orang lain. Ingatlah selalu untuk selalu hidup dalam kebenaran. Hidup suci hanya dengan firman Tuhan di dalamnya. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberkati.

Erwin Hartono, S.Pd

(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru

dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)