Sabtu, 26 September 2009

Manusia yang Serakah


Diterbitkan di Harian Metro Riau (Minggu 19 Juli 2009)



Kejadian 1:1-2 “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong, gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Renungan ini mengantarkan kita pada Mimbar Kristen Minggu ini, di mana betepa Tuhan menciptakan segala sesuatunya itu indah, tanpa cela bagi kelangsungan hidup manusia.
Tuhan menciptakan bumi dan segala isinya untuk kehidupan manusia. Dia menyediakan tanah yang subur untuk ditumbuhi beraneka tumbuhan sebagai bahan keperluan manusia. Tuhan menyediakan air yang jernih serta hutan dan gunung yang memberikan keindahan dan kedamaiannya. Sehingga manusia bisa menikmati air jernih dan sejuknya udara di dunia ini.
Tuhan tahu itu baik dan berguna bagi manusia sehingga seluruhnya itu diserahkan kepada manusia untuk dikelola. Manusia hanya menjadi pengelolanya. Tidak ada seorang manusia yang bisa mengklaim sepetak tanah pun yang merupakan hasil jerih payahnya dan miliknya. Manusia tidak menciptakan tanah, sehingga tanah yang kita diami ini adalah milik Tuhan sebagai penciptanya.
Tuhanlah pemilik sertifikat atas dunia ini, sedangkan manusia hanya sebagai pengelolanya saja. Apabila Tuhan tidak berkenan lagi, dia bisa mengambil bumi ciptaannya. Sebab sertifikat hak ciptanya ada di Surga. Namun Tuhan tidak akan menelantarkan umat manusia, karena keserakahan hanyalah milik manusia.
Sebagai umatnya, kita adalah pengelola alam semesta ini. Sebagai pengelola alam semesta, kita dipercayai mengelola untuk sementara waktu saja atas tanah ciptaan-Nya ini. Tidak ada manusia yang memiliki tanah ciptaan Tuhan. Sebab Tuhan tidak mengeluarkan sertifikat hasil ciptaan-Nya (bumi) yang maha agung ini. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari kita sering mengatakan ada orang yang menjadi ‘tuan tanah.’ Pada hal seluruh tanah di dunia ini adalah milik Tuhan. Dialah pemilik sertifikat tanah dunia ini.
Seperti ilustrasi berikut ini; di mana orang kaya yang memiliki banyak uang dan harta benda. Suatu hari, disebuah pertemuan, Andreas mengatakan betapa enaknya Judas yang kaya raya itu. Bayangkan saja, di daerah Rumbai, ada tanahnya berhektar-hektar luasnya. Di Panam ada lagi tanahnya di samping Universitas Riau, di Marpoyan tanahnya puluhan hektar, belum lagi yang di Palas ada sekitar belasan hektar. Selain itu di Pasir Putih dan di Sigunggung tanahnya ratusan hektar. Bisa dikatakan bawa Judas adalah tuan tanah. Di mana-mana ada tanahnya.
Sementara aku, kata Andreas, hanya memiliki sepetak tanah dengan luas 15x20 meter saja. Dan tanah seluas ini hanya bisa kubuat rumah sederhana. Hanya inilah tanahku. Sungguh berbeda dengan Judas. Dia bisa membuat apa saja di atas tanahnya itu. Dia juga bisa membuka usaha, seperti kebun sawit di tanahnya itu, sedangkan aku, hanya mampu membuat sebuah rumah sederhana pada luas tanah yang kumiliki itu.
Suatu hari, Daud muncul di tengah-tengah kegusaran Andreas. Kita sebenarnya tidak perlu gusar. Kita tidak perlu minder, apalagi harus sampai berputus asa. Engkau, Anderas sama saja dengan si Judas itu. Kalau persoalannya si Judas jadi juragan tanah, tidak benar sesungguhnya. Sebab pemilik tanah itu bukanlah Judas. Kita semua hanya sebagai pengelola tanah itu. Sementara pemilik yang menciptakannya adalah Tuhan. Kita hanya dipinjamkan selama di dunia ini saja.
Manusia tidak pernah memiliki dan membuat tanah. Manusia tidak mampu menciptakan sendiri tanah. Dan Tuhan memberikan kepada manusia untuk mengelola tanah ini untuk kehidupan manusia itu sendiri.
Judas tidak bisa mengklaim dirinya pemilik dan pencipta tanah itu. Kalau Tuhan berkehendak lain pada dunia ini, seluruh ciptaan-Nya ini bisa diambil-Nya kembali. Seluruh ciptaan-Nya ini bisa dimusnahkan lagi.
Contohnya ketika Tuhan murka melihat dosa manusia. Bumi sebagai ciptaan-Nya ini di zaman Nabi Nuh pernah ditutupi air bah. Seluruh isi bumi musnah, kecuali Nuh dan keluarga serta seisi kapalnya yang selamat. Jadi tidak ada yang perlu diprustasikan apalagi sampai menganggap diri lebih hebat karena dipercaya memiliki tanah yang luas. Sebab tanah itu bukan miliknya.
Namun sayang, ketika manusia sudah dipercaya mengelola tanah ciptaan Tuhan ini, manusia lupa diri. Manusia merusak alam. Manusia merusak rumahnya sendiri. Manusia sudah tidak bersahabat lagi dengan alam. Manusia membuang limbah sesukanya, membakar hutan dan lahan yang akhirnya kita menikmati asap yang saban tahun melanda Riau.
Manusia tidak pernah sadar. Manusia terlalu rakus yang akhirnya mendatangkan bencana pada dirinya. Seharusnya manusia mengusahakan lingkungan alam tempat tinggalnya tetap asri dan memberikan kehidupan yang sehat, tetapi akibat keserakahannya, manusia merusaknya.
Di samping itu juga, manusia mencari jalan pintas, memberikan bahan-bahan kimia berupa pupuk dan pestisida secara berlebihan pada tanamannya. Tanaman padi, buah-buahan dan sayur-sayuran cepat berbuah karena dipaksa tumbuh cepat oleh bahan kimia tersebut.
Manusia tidak sadar dari ulahnya itu merusak alam dan mengakibatkan penyakit baginya. Padi yang seharusnya panen sekali atau dua kali setahun, kini bisa empat kali setahun. Buah-buahan yang seharusnya panen sekali setahun bisa tiga kali setahun.
Alam dipaksakan terus untuk berproduksi. Akibatnya tanah menjadi rusak dengan banyak bahan kimia. Tanah yang dulunya subur dengan pupuk dari dedaunan yang membusuk menjadi rusak dan gersang.
Lebih parah lagi, hewan yang diciptakan Tuhan untuk menjadi sumber lauk pauk dan protein bagi manusia dikarbit. Ayam menjadi berumur pendek. Dengan pemberian bahan kimia berlebihan, ayam saat ini sudah bisa dikonsumsi manusia umur satu bulan.
Manusia tidak sadar sedang mendatangkan penyakit dan bencana bagi dirinya. Seluruh yang diciptakan Tuhan dikarbit dengan bahan kimia oleh manusia. Akibatnya, manusia yang mengonsumsi yang dihasilkan bumi itu menjadi sumber penyakit. Berbagai penyakit ganas mengintai kehidupan manusia karena manusia tidak mampu mengelola alam secara bijaksana.
Manusia sudah terlalu serakah, ingin instant, ingin menguasai, ingin menaklukan yang lain demi keinginannya walaupun itu merusak alam. Segalanya ingin cepat, yang mengakibatkan manusia itu tidak pernah mensyukuri berkat.
Sebelum semuanya itu terlambat, ada baiknya kita renungkan kutipan ayat Alkitab berikut ini; Kejadian 1:11-12,24,29-30 ; Berfirmanlah Allah: Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi. Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.
Berfirmanlah Allah; hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup. Lihatlah aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji, itulah akan menjadi makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya. Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati kita.***

Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru)

2 komentar:

Jennifer Blogger mengatakan...

WUAHH
PAK HEBAT KALI BIKIN NIH

dArI JeNnIfEr

Jennifer Blogger mengatakan...

pak masak nlai ujian aku
75
seharusnya 100 lah pak