Sabtu, 26 September 2009

Kekayaan dan Dosa


Diterbitkan di Harian Metro Riau (Minggu 26 Juli 2009)

Matius 6:19-21; “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi, di bumi ngengat dan karat merusaknya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkan bagimu harta di sorga, di sorga ngengat dan karat tidak merusaknya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.“
Manusia mana yang tak ingin kaya. Hanya manusia bodohlah yang tidak ingin kaya. Manusia tololah yang tidak senang mendapatkan uang. Bahkan kalau saja ada orang yang tidak merasa senang bila mempunyai uang yang banyak berarti orang tersebut tidak normal alias gila.
Manusia berlomba-lomba untuk mencari kekayaan. Tidak jarang manusia saling sikut untuk mendapatkannya. Bahkan ada kalanya manusia itu menindas dan mematikan hak-hak orang lain supaya dia mendapatkan bagian lebih. Dalam Alkitab banyak kisah tentang kerakusan manusia ini.
Tentang mengumpul kekayaan, di mana manusia saling berlomba-lomba tidaklah salah. Tuhan tidak menghendaki manusia hidup melarat. Dia senang melihat kehidupan manusia itu mapan dan berkecukupan.
Tetapi manusia yang memiliki sifat tidak puas, selalu merasa kurang walaupun berkat-berkat sudah banyak tercurah kepadanya. Akhirnya berkat-berkat yang tercurah itu memang benar-benar tidak pernah cukup. Sebab apa yang dipikirkan manusia itu bisa menjadi kenyataan. Manusia selalu berpikir merasa kurang, akibatnya benar-benar selalu mengalami kekurangan walaupun sudah banyak berkat yang tercurah padanya.
Pilatus contohnya dalam ilustrasi cerita berikut ini. Dia sebenarnya sudah memiliki penghasilan yang cukup memadai, namun masih saja tetap mencari penghasilan tambahan. Dia merasa penghasilannya yang lumayan besar itu bagi sebagian orang belumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Maka setelah pulang dari pekerjaan pokoknya sebagai direktur pada sebuah perusahaan besar, dia bekerja juga di tempat lain pada sore dan malam hari. Sah-sah saja keinginan seperti itu.
Pilatus harus mengorbankan untuk berkumpul dengan keluarganya demi uang. Dia bahkan sangat jarang ke gereja pada hari Minggu demi bekerja lembur. Dia jarang menghadiri pertemuan-pertemuan gerejanya. Dia sudah menghambakan dan menomor satukan uang dalam hidupnya.
Semakin kekayaannya banyak, Pilatus semakin tidak puas dan kemaruk. Tidak ingat untuk berhenti dan terus merasa kurang. Kurang dan hanya kekuranganlah yang dirasakannya sepanjang hidupnya. Pilatus memiliki sifat yang tak pernah puas, selalu kurang. Inilah yang salah dalam dirinya.
Pilatus tidak menyadari bahwa kekayaan dan berkat-berkat yang menaungi keluarganya itu adalah anugerah dan kasih Tuhan. Tuhan memberikan kasih-Nya pada Pilatus untuk memiliki kesempatan mengelola kekayaan dan menikmatinya. Namun dia terlalu mencintai harta dan uang.
Pilatus telah menganggap mencari uang atau kekayaan lebih penting daripada gereja. Dia melihat uang itu lebih menjanjikan daripada mencari kerajaan Tuhan. Menurutnya, kalau memiliki banyak uang dan kekayaan, kehormatan dan Tuhan itu bisa dibeli.
Kala itu ada sebuah komsel ibadah di rumahnya. Namun Pilatus lebih memilih mencari uang. Pada hal kalau dipikir-pikir, kekayaan Pilatus itu sudah berlimpah. Dia memiliki tiga buah rumah yang besar-besar, berpuluh hektar tanah serta kebun sawit dan dua unit mobil merk keluaran terbaru. Tetapi tetap saja dia masih menganggap kurang dan cinta uang.
Dia menganggap uang dan kekayaan adalah segala-galanya yang mampu membahagiakan hidup dan keluarganya. Namun dia tidak menyadari bahwa kekayaannya itu adalah anugerah Tuhan. Kekayaannya itu sifatnya sementara.
Seharusnya dia mensyukuri berkat-berkat Tuhan. Seharusnya dia lebih banyak lagi mendengar dan belajar firman Tuhan. Kalau kita tidak pernah mensyukuri berkat-berkat Tuhan, kita tidak akan pernah merasakan terpuaskan.
Akhirnya, suatu kali anak Pilitus masuk rumah sakit dan dia terkena PHK dari dua pekerjaanya itu lantaran diketahui menggelapkan uang perusahaan. Anak Pilitus harus cuci darah sekali seminggu. Sementara Pilitus sudah kehilangan pekerjaannya. Bahkan rumah dan kekayaannya sudah digadaikannya. Utangnya di mana-mana.
Tuhan berkehendak lain pada kehidupan Pilatus. Dia mendapatkan cobaan sebab terlalu mencintai uang daripada Tuhannya sendiri. Dia lupa akan kerajaan sorga. Dia lupa untuk berbagi dengan orang lain.
Sejak dia memiliki kekayaan dunia, sekali pun tidak pernah memberi kepada orang lain untuk ikut merasakan kebahagiaan bersama. Bahkan keluarganya sendiri disingkirkannya. Pada hal keluarganya itu sangat mengharapkan uluran tangan Pilatus. Dia tidak mau dibebani keluarganya, dia tidak mau menjadi sandaran hidup saudara-saudara kandungnya sendiri.
Bahkan bukan dalam dunia rumah tangga saja peristiwa ini terjadi. Di dunia kerja pun dapat terjadi. Kalau persoalan membagi tugas atau perkerjaan, tidak ada seorang pun yang berkehendak memperoleh pekerjaan lebih banyak tetapi gaji lebih sedikit. Kalau bisa kerja sedikit tetapi gajinya besar.
Sedikit saja berkurang dari jasa yang diberikan, protes. Kekurangan tidak boleh terjadi. Lebih pun diberikan, tetap saja selalu kekurangan.
Kita tidak boleh memandang hanya kekurangan saja. Hal ini akan menimbulkan kecemasan dalam hidup. Hidup jadi penuh kekhawatiran. Hidup menjadi tidak tenteram, akan ada saja yang kurang.
Kalau rekan kerja kita mendapatkan rezeki dari yang dikerjakannya kita malah iri. Kok dia bisa dapat. Malah kita menginginkan harus mendapat sesuatu yang melebihi orang lain.
Sifat buruk, rakus seperti ini sangat sering terjadi. Misalnya saja pada pembangian jatah kupon. Sudah dapat kupon belanja satu, malah ingin mendapatkan lebih. Tidak pernah merasa cukup menjadikan kita selalu kekurangan. Coba sekali-kali kita mengatakan “cukup” Tuhan akan menambahkannya. Sebab apa yang kita yakini di hati bisa terwujud. Mengapa kita merasa kekurangan terus karena memang kita selalu mengatakan kurang dalam hati dan doa kita. Yang perlu untuk saat ini, cobalah memulai dan menganggap berkecukupan dalam hidup.
Tidak salah jika kita mengatakan syukur atas kekurangan itu, Tuhan akan menambahkannya. Sebab uang bukan segala-galanya dalam hidup ini. Uang tidak bisa menggantikan hidup kita. Kalau Tuhan mau, Dia bisa langsung mengambil semuanya itu dalam diri kita dalam sekejap mata.
Sebagai umat Kristen, kita tentu tidak ingin hanya mencari kekayaan duniawi saja. Kekayaan di sorga adalah pundit-pundi kekekalan. Tuhan tidak pernah mengambil harta di sorga yang diperuntukkan untuk kita yang percaya.
Kekayaan di sorga tidak bisa dibeli. Uang disorga bukan dari hasil pemerasan, korupsi, dan cara-cara yang tidak benar lainnya. Uang di sorga mampu membeli kebutuhan hidup. Tidak ada kekurangan harta dan uang di sorga.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga dalam hidup ini. Sebagai bahan renungan kita minggu ini diambil dari kitab Pengkhotbah 5:9-14; “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Ini pun sia-sia. Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain daripada melihatnya? Enak tidurnya orang berkerja baik ia makan sedikit maupun banyak, tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak akan membiarkan dia tidur. Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari, kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri. Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatu pun padanya untuk anaknya. Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatu pun yang dapat di bawa dalam tangannya.” Selamat hari Minggu, Tuhan memberkati. ***


Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru)

0 komentar: