Senin, 14 September 2009

Mata yang Kudus


Diterbitkan di Harian Metro Riau (Minggu 12 Juli 2009)


Mazmur 17:2,8 mengatakan; “Dari pada-Mulah kiranya datang penghakiman; mata-Mu kiranya melihat apa yang benar, peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu.”
Lewat renungan ini, mengajarkan kita bahwa peran salah satu anggota tubuh kita, mata sangat berguna dalam memandang yang adil dan benar. Mata adalah salah satu anggota tubuh kita yang sangat berharga. Namun demikian, semua anggota tubuh lainnya sama berharganya bagi kehidupan kita. Sebab Tuhan menciptakan anggota tubuh kita saling berkaitan dan memiliki fungsinya sendiri-sendiri yang tidak bisa diukur yang satu lebih penting daripada anggota tubuh yang lain. Anggota tubuh kita memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing.
Mata diciptakan Tuhan kepada kita untuk dapat melihat keindahan ciptaan-Nya ini. Mata diberikan Tuhan pada manusia untuk dapat memelihara dan menjaga kelangsungan kehidupan di bumi ciptaan-Nya. Bukan malah kita merusak fungsi mata itu sendiri. Tak jarang orang memanfaatkan matanya untuk hal yang negatif, misalnya mata digunakan untuk melihat nomor-nomor judi, melalui mata juga nafsu manusia timbul, ingin menguasai, melihat rimbunnya hutan dan timbul pembalakkan liar, melihat aliran sungai yang jernih, maka terpikirkan dan terlaksanakan pembuangan limbah ke sungai.
Pada hal mata itu begitu penting fungsinya. Tapi sayang, terkadang keberadaan mata itu tidak kita pelihara untuk melihat dan memandang secara kekudusan. Sedetik saja mata kita tidak bisa melihat, misalnya ketika sedang mati lampu malam hari tentu saja dunia ini sangat gulita sekali. Kita tak bisa berbuat apa-apa dengan kondisi pandangan gelap seperti itu.
Tanpa kita sadari betapa Tuhan telah merancang anggota tubuh kita itu indah. Termasuk keberadaan mata. Tuhan memandang manusia itu perlu melihat keindahan alam ciptaan-Nya. Tuhan merasakan akan mewariskan dunia ini pada manusia. Tuhan menempatkan manusia itu seperti memelihara biji mata, sebab kalau saja ada benda yang masuk ke mata kita tentu sakitnya luar biasa. Kita tentu akan menjaga supaya mata kita jangan dimasuki benda-benda.
Begitu juga sebenarnya, Tuhan sangat merasa kecewa ketika mata yang dijaganya sebagai manusia merusaknya. Manusia tidak lagi menggunakan mata sebagai ciptaan untuk melihat yang kudus, adil dan benar. Kita selalu tertarik melihat penyimpangan yang menari-nari di depan mata.
Korupsi awalnya bersumber dari penglihatan mata kita. Mata kita tidak tahan melihat tumpukan uang yang bukan milik kita. Mata juga selalu mencari celah bagaimana melakukan kejahatan lainnya.
Penyimpangan perilaku, seperti perselingkuhan juga bersumber dari penglihatan. Seperti sebuah kisah berikut ini; seorang mantan pejabat di salah satu kabupaten di Provinsi Riau, pada mulanya pejabat ini adalah seorang bapak dan kakek yang baik di mata isterinya. Bahkan dia menjadi tokoh gereja, dia menjadi panutan di gerejanya.
Namun seiring perjalanan waktu, berkat penglihatan yang tidak dipelihara secara sungguh-sungguh, akhirnya dia tertarik dengan perempuan lain. Dia telah menduakan mata hatinya pada perempuan lain selain pada isterinya. Si pejabat memang selalu tugas luar kota, sementara isterinya tinggal di kota yang lain. Barang kali karena lebih banyaknya si pejabat berada di luar kota inilah yang membuatnya tidak tahan dengan godaan penglihatan.
Akhirnya, dia menyerahkan penglihatan jasmaninya yang bermain, dan dia mulai tertarik dengan perempuan lain itu. Memang godaan penglihatan begitu besar. Uang punya, jabatan punya, akhirnya perempuan lain itu dinikahi secara kumpul kebo, nikah sirih atau isteri simpanan atau apapun namanya. Keberadaan perempuan lain ini pun tidak diketahui isteri dan anak-anaknya. Memang kalau ada pejabat yang berselingkuh senter pemberitaannya lewat media. Namun ini tidak terjadi karena si pejabat pintar menyiram wartawan.
Tetapi di akhir jabatannya atau memasuki masa pensiun barulah terungkap kisah ‘tali airnya’ (perselingkuhannya). Orang-orang banyak yang tak menyangka, apalagi melihat sosok si pejabat yang rajin ke gereja bersama keluarganya. Selain itu juga, orang merasa tidak yakin bahwa si pejabat yang mereka ketahui taat beribadah itu melakukan penyimpangan, ditambah lagi karena si pejabat sudah menjadi seorang kakek, istilahnya sudah bau tanah.
Namun apa boleh di kata, semuanya berasal dari godaaan penglihatan mata. Si pejabat tidak menguduskan matanya walaupun dia rajin ke gereja, tetapi tidak pernah membuka mata hatinya dan meyerahkan penglihatannya seturut dengan firman Tuhan. Sehingga mata hatinya selalu buta. Dia menganggap dirinya berkuasa, dia menganggap segala perbuatannya tidak akan diketahui orang lain, apalagi oleh isterinya. Bahkan ketika dia menghadiri sebuah sidang perceraian anak perempuannya, lagi-lagi pandangan mata dunianya membutakan mata hati dan nuraninya.
Dia menganggap si suami anaknya salah dan hanya sebagai sampah, dia melihat si suami anak perempuannya itu tidak ada apa-apanya. Dan dia menganggap si suami anaknya harus tunduk pada anak perempuannya. Keinginan pandangan matanya telah menghancurkan rumah tangga anak perempuannya.
Keinginan matanya juga telah menghancurkan reputasi nama baiknya. Sebagai penetua di gereja, dia menjadi bahan gunjingan orang walaupun tak disadarinya, sebab orang seperti ini tidak ada malunya lagi. Karena tidak tahu malu itu, akhirnya terus saja kesombongan menguasai hidupnya.
Hal padangan mata ini pun ditularkan kepada anak perempuannya. Sehingga anak perempuannya setelah berumah tangga pun selalu menggunakan mata jasmani tanpa pernah menggunakan mata rohani. Tidak pernah menghidupkan mata hatinya. Dia menganggap suami sebagai pelengkap hidup saja. Si anak perempuan sang mantan pejabat ini tidak lagi melihat firman dalam konsep hidupnya.
Dia menganggap lelaki sebagai yang harus ditundukkan. Bahkan si suami pun ikut dianggapnya sampah. Ini terbukti dari setiap kali terjadi pertengkaran, kata-kata makian dan carutan kerap dilontarkannya kepada suaminya. Hingga akhirnya si suamilah yang harus tunduk pada isteri. Sementara dalam firman Tuhan dikatakan, “hai isteri-isteri tundukklah pada suamimu.”
Akhirnya pandangan mata dunia yang selalu membawa kesombongan, di mana kesombongan selalu membawa kehancuran pun terjadi. Keluarga ini akhirnya harus berakhir di pengadilan sebagai bentuk perceraian. Mata dunia terlalu mendominasi di dalam diri si perempuan ini, tanpa mau melihat firman dan orang di sekelilingnya. Individualnya muncul sebagai bentuk kesombongan dan keegoannya.
Hal menggunakan mata yang tidak kudus ini juga sering terjadi di tempat kerja. Kita selalu memandang syirik kepada orang lain yang sukses melebihi kita. Kita selalu melihat pekerjaan dan perkataan orang lain itu salah dan menganggap diri selalu benar. Mata dunianya telah berkuasa sehingga mata hatinya dibutakan. Kesombongan akan muncul dari orang-orang yang membutakan mata hatinya.
Kalau kita tidak menggunakan mata secara kudus, kita tidak akan bisa melihat segala persoalan dengan mata hati secara jernih. Kesombongan akan keluar dari orang-orang yang tidak bisa membuka mata hati.
Di sisi lain, mata yang kudus selalu berdasarkan pertimbangan di dalam memutuskan dan menyelesaikan persoalan. Mata yang kudus mampu menghidupkan mata hati dan diteruskan ke nuraninya. Dia melihat persoalan dengan kacamata firman Tuhan.
Alkitab menjadi pandangan matanya. Ajaran Tuhan Yesus menjadi pelita di dalam kegelapan sehingga dia mampu melihat walaupun dalam keadaan gelap gulita. Seperti orang buta. Walaupun matanya buta, namun mata hatinya tetap bercahaya dan mampu melihat. Demikianlah kalau mata kita selalu kudus.
Terkadang memang seseorang yang menguduskan matannya, besar godaan dunia yang menjadi batu ujian. Bayangkan beragam kejahatan berseliweran di mata dunianya. Berbagai perempuan yang cantik jelita bermain di retina matanya yang cukup menggoda.
Lewat sinar mata yang kudus akan lahir penglihatan yang membawa kedamaian. Kita hendaknya selalu menjaga mata kita untuk berbuat yang adil dan benar. Kita hendaknya selalu membuka mata hati ketika mengambil keputusan.
Seorang pemimpin yang terpilih dalam Pilpres 2009-2014 hendaknya mampu membuka mata hatinya. Seorang presiden yang terpilih hendaknya mampu menguduskan penglihatannya dalam mengatasi persoalan bangsa Indonesia secara benar dan adil sesuai dengan firman Tuhan. Semoga siapapun presiden Indonesia mampu membawa kesejahteraan lewat mata yang kudus dalam melihat beragam persoalan.
Kita hendaknya memelihara penglihatan yang kudus. Sedetik pun jangan kita berikan kesempatan kepada begitu banyak godaan yang hanya akan merusak kehidupan kita. Tuhan memberkati, selamat hari Sabat.***
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru)

0 komentar: