Sabtu, 26 September 2009

Menurut dan Mendengar


Diterbitkan di Harian Metro Riau (Minggu 26 Juli 2009)



Suatu hari, Amson menyesal akan segala perbuatannya yang tidak mau mendengar pesan dan nasihat orang tuanya dulu. Pada hal nasihat orang tuanya itu demi kebaikannya. Ketika masih kanak-kanak, Amson sering membantah nasihat orang tuanya. Tidak jarang dia melanggar dan melawan orang tuanya.
Ketika disuruh belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah, Amson selalu mengelak. Amson tidak senang disuruh dan dipaksa belajar. Dia ingin bebas menentukan hidupnya. Sampai-sampai Amson harus putus sekolah.
Hal ini bukan karena orang tuanya tidak mampu menyekolahkannya, melainkan, Amson tidak mau menurut dan mendengar nasihat orang tua dan orang lain. Dia memilih tidak perlu sekolah. Sebab dia melihat, sekolah hanya menyiksa dirinya untuk mematuhi peraturan sekolah dan segala persoalan belajar yang paling dibencinya.
Amson merupakan anak kesayangan orang tuanya. Sehingga dia selalu dimanja kedua orang tuanya. Segala keinginannya, ketika masih kecil selalu dipenuhi. Maklumlah keluarga Amson termasuk keluarga berada. Amson merasa menang dengan dimanja kedua orang tuanya. Namun Amson telah salah menafsir kasih sayang orang tuanya.
Anak-anak zaman sekarang banyak yang seperti Amson. Mereka mendapatkan berbagai fasilitas dengan sangat gampang. Sayangnya, anak-anak sekarang tidak penurut dan tidak mau mendengarkan orang tuanya lagi. Mereka banyak yang melawan nasihat orang tuanya.
Tidak jarang mereka mendapat celaka dari ketidakmauan mendengar nasihat tersebut. Tetapi hal ini tidak membuat anak-anak zaman sekarang jera. Kalaupun jera, “nasi sudah jadi bubur”, terkadang banyak yang terlambat untuk jera dari kesalahan hidup yang tidak mau menurut dan mendegar nasihat orang tua.
Kalau sudah seperti ini, orang tualah yang repot. Mau menyuruh sekolah saja harus dipaksa dan dibujuk dengan berbagai hadiah. Tidak adanya kesadaran membuat mereka merasa hebat; bisa mendapat hadiah dan uang jajan yang besar kalau mau sekolah, mau menurut dan mau mendengar orang tua. Anak-anak ini tidak tahu, pada hal itu demi masa depannya.
Hingga dewasa pun, terkadang dia tetap tidak mau menurut dan mendengarkan kedua orang tua dan nasihat orang lain. Akhirnya Amson harus mengakhiri masa lajangnya. Dia menikah dengan gadis yang tidak disetujui orang tuanya. Sebab orang tuanya melihat Amson dalam memilih jodoh tidak berdasarkan doa kepada Tuhan untuk diberikan jodoh yang baik. Dia tidak mempertimbangkan nasihat orang tua dan orang lain. Pada hal membina rumah tangga itu sulit, apalagi kalau salah memilih jodoh.
Akhirnya rumah tangga dan kehidupan Amson berantakan. Amson tidak mampu memanej rumah tangga yang berdasarkan firman Tuhan, lantaran isterinya juga seorang anak yang manja. Isterinya tidak mau menurut dan mendengar suaminya. Dia lebih mau mendengar orang tuanya dibanding suaminya. Isterinya tidak mau diatur suaminya, dia lebih percaya diatur oleh orang tuanya.
Pada hal seharusnya isteri Amson mendengarkan perkataan suaminya. Menurut pada suaminya. Ini malah sebaliknya, Amsonlah yang dituntut isterinya yang egois itu untuk menurut pada kehendaknya.
Akhirnya Amson termakan oleh perbuatannya yang tidak mau menurut dan mendengar nasihat orang lain. Amson mendapatkan ganjaran atas perbuatannya. Dia mendapatkan isteri yang tidak penurut, bahkan pembangkang. Isterinya menganggap suaminya tidak berhak mengatur dirinya. Dialah yang harus didengar dan dituruti suaminya.
Rumah tangga ini harus kandas di tengah jalan. Amson memilih menceraikan isterinya yang pembangkang itu daripada membinanya secara sia-sia karena sudah salah dasar binaan dari orang tua isterinya. Akhirnya Amson mendapatkan imbalan hidup yang menyedihkan dan memprihatinkan yang ditanamkannya selama hidup. Demikian juga isterinya yang pembangkang itu harus menerima imbalan serupa. Dia menjadi janda karena tidak mau menurut dan mendengar suaminya. “Apa yang ditanam, itulah yang dituai” demikian penjelasan Alkitab.
Hal melawan dan memberontak ini juga terjadi di dunia kerja. Sering kita mendengar banyak karyawan dan pegawai yang memberontak kepada atasan atau pimpinannya. Banyak juga di antara karyawan dan pegawai itu yang saling memberontak sesama karyawan dan pegawai.
Saat ini, banyak orang yang tidak mau menurut dan mendengar nasihat orang lain. Sesama teman sekerja saja kita banyak yang memberontak dan tidak saling menyenangi. Seorang merasa lebih hebat dari yang lain, pada hal kapasitasnya sebagai makhluk Tuhan tidak disadarinya. Sok berkuasa telah menggelapkan mata hatinya, bahkan menganggap dialah yang jago, dialah yang hebat, orang lain dianggapnya sebelah mata. Orang seperti ini sudah lari dari firman Tuhan.
Suatu hari, saya berbincang dengan teman di sebuah kantin makanan. Kami memperbincangkan bagaimana Abraham memiliki ketulusan hati. Seandainya manusia saat ini memiliki hati seperti Abraham, tentu saja egois dan kesombongan tidak ada. Ambraham tidak pernah membalaskan kejahatan orang dengan kejahatan. Dia memiliki hati yang mulia. Dia memiliki pengampunan, itulah sebabnya Tuhan memberkati hidup Abraham.
Namun kenyataannya, hamba Tuhan saja saat ini banyak yang sudah menyimpang. Mereka hidup sombong, egois dan suka menjelek-jelekkan orang lain. Mereka tidak sadar lagi dengan tingkah lakunya. Atau bahkan menganggap sudah merasa benar dan sempurna. Dia tidak mau lagi mendengarkan orang lain disekitarnya. Dia sudah merasa bahwa dialah yang harus didengar.
Celakanya, dia tidak menyadari bahwa tindakan dan tingkah lakunya selama ini sudah tidak disenangi seluruh teman-teman sekantornya. Bukan karena dia tidak pintar tetapi karena dia tidak mau mendengar orang lain dan harus dialah yang didengar.
Manusia masih memiliki kesombongan untuk tidak mau mendengar. Apalagi orang yang mau di dengar itu dianggapnya tidak memiliki kepintaran seperti dirinya. Orang lain dianggapnya hanyalah seorang kampungan yang tidak tahu apa-apa. Orang kampung yang kebetulan bernasib bekerja bersamanya. Pada hal dalam Alkitab tertulis janganlah kita menyombongkan diri.
Terkadang karena merasa pintar dan kaya, banyak orang yang tidak mau mendengar orang lain yang ada dilevel bawahnya. Orang lain di level bawahnya itu dianggapnya ‘sampah’ dan tidak boleh menasihatinya. Sebab menurutnya, orang yang di bawah levelnya itu hanya banyak cerita saja, sementara dirinya sendiri tidak bisa keluar dari kemiskinan, makanya dia tidak mau mendengar si orang miskin lagi.
Inilah yang salah. Si orang kaya tadi menganggap remeh kepada sesamanya ini. Dia tidak menyadari bahwa Tuhan akan merendahkan orang yang menyombongkan diri, dia akan dipermalukan dalam hidup sosialnya, sementara si orang miskin ini akan ditinggikan.
Hal ini terbukti dari sebuah kesaksian berikut; Ketika itu, Toni berasal dari keluarga yang sederhana. Bahkan bisa dikatakan jauh berbeda dengan keluarga mertuanya. Suatu ketika keluarga mertuanya menghinanya habis-habisan. Toni hanya dapat berserah kepada Tuhan. Sebab baginya, Tuhanlah yang memiliki kekayaan seluruh isi bumi ini.
Dia tidak minder, sebab dia tidak pernah meminta-minta kepada orang lain. Dia seorang yang mandiri. Dia memiliki komitmen dan harga diri. Ternyata Tuhan memberikan balasan kepada mertuanya yang sombong dan egois itu. Di masa-masa akhir dinas mertua Toni, mertuanya mendapatkan masalah. Ternyata mertuanya yang menjadi pejabat di salah satu kabupaten di Riau itu memiliki hidup tidak suci bahkan seperti ‘sampah’ seperti yang pernah diucapkannya kepada menantunya. Mertuanya itu sudah mempunyai cucu, tetapi malah memiliki isteri simpanan (teman kumpul kebo).
Pada hal mertua Toni ini adalah orang terpandang, dan pemuka agama di sektenya. Ternyata semuanya itu hanyalah simbol untuk mengelabui mata dunia ini. Tuhan tahu segala perbuatan kita, inilah yang tidak disadari mertua Toni. Akhirnya mertuanya itu mendapatkan balasan sesuai apa yang diperlakukannya kepada Toni.
Sebelum kita terjerumus jauh karena tidak mau menurut dan mendengarkan nasihat, ada baiknya kita renungkan kutipan ayat Alkitab berikut ini; Yesaya 1:19-20 “Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu. Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.”
Hal ini memberikan pelajaran rohani buat kita, bahwa apa yang kita tanam, itulah yang kita petik. Kalau kita selalu menyombongkan dan meninggikan diri, maka kita akan direndahkan dan dipermalukan. Sebagai anak-anak Tuhan, sebagai hamba Tuhan, kita hendaknya membuka telinga. Anak-anak mau mendengar nasihat orang tua dan gurunya, isteri hendaknya mau menurut dan mendengarkan suaminya bukan malah menundukkan suaminya dan memberontak kepadanya. Mulai saat ini, kita tanamkan untuk mau menurut dan mendengar nasihat yang baik ini. Tuhan memberkati kita semua, selamat hari Minggu.
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru)

0 komentar: