Kamis, 22 April 2010

Dimuat di harian Metro Riau, Minggu 18 April 2010


Kunci Berkat

Kita sering sekali melihat orang banyak jatuh dalam penderitaan dan kesulitan menghadapi masalah. Mulai dari kehilangan peluang, kehilangan pekerjaan, kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya karena mengedepankan emosi dan amarah. Emosi dan amarah yang menggebu dan tanpa kendali telah membuat segalaya hilang lenyap. Emosi dan amarah yang meluap-luap tidak menjadi berarti dan hanya akan mendatangkan bencana pada diri sendiri.
Kemarahan tidak hanya menyakiti hati orang lain, kemarahan juga menyakiti diri sendiri. Bahkan kemarahan yang berlebihan bisa mendatangkan penyakit. Sekarang ini banyak rumah sakit yang sedang merawat orang sakit karena amarahnya yang tidak bisa terkendali dan terlalu lama menyimpan amarah (amarah berkepanjangan). Lama-kelamaan amarah ini bisa mendatangkan maut.
Amarah harus dikendalikan, jangan sampai meletup-letup keluar tidak karuan. Sebagai orang dewasa yang berjalan di dalam Tuhan, kita dituntut untuk mengendalikan amarah yang berlebihan. Meredam amarah berarti kita bisa menghindar dari pikiran negatif dan penyakit yang mematikan. Bahkan kita bisa panjang umur dan awet muda kalau selalu tersenyum dan meredam amarah.
Kalau kita menghadapi masalah atau gangguan, baik itu masalah kecil atau besar, hadapilah dengan bijak, redam kemarahan sebisa mungkin, lakukan penundaan dua-tiga detik dengan menarik napas panjang, kalau perlu pergilah ke kamar kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air dingin, agar murka kita mereda dan kita terlepas dari ancaman wajan panas yang bisa menghancurkan masa depan kita.
Kita memang berusaha keluar dari persoalan dan mendapatkan keinginan, tetapi bukan dengan cara marah-marah. Cita-cita untuk mendapatkan sesuatu adalah baik. Bahkan permohonan dan doa untuk mendapatkan berkat Tuhan adalah mulia. Tetapi jalannya tidaklah dengan marah. Jalannya tidaklah dengan melakukan segala cara. Melakukan cara-cara yang tidak benar.
Untuk memperoleh berkat-berkat Tuhan tidak bisa dengan amarah. Memperoleh berkat tidak bisa melakukan cara-cara yang licik. Kalau pun kita memperoleh sesuatu yang kita inginkan dengan kelicikan, itu tidak akan bertahan lama. Lambat laun berkat yang baru saja diperloleh itu akan lenyap.
Misalnya ketika kita menginginkan suatu jabatan di sebuah tempat kerja, berusahalah untuk bekerja keras dan berprestasi. Usaha keras dan prestasi serta berdoa kepada Tuhan adalah cara yang diajarkan Tuhan Yesus yang seharusnya kita teladani.
Jabatan itu didapat tidak menggunakan cara-cara yang licik dan busuk. Jabatan itu jangan sampai didapat dengan cara mengorbankan orang lain. Memfitnah dan menjatuhkan orang lain dengan berbagai cara guna mendapatkan jabatan adalah bentuk kelicikan yang sangat dibenci Tuhan. Jangan gara-gara untuk mendapatkan jabatan, kita menghalalkan segala cara. Tuhan tidak akan memberkati orang seperti ini.
Jabatan yang didapat dengan cara-cara yang tidak benar, akan berakhir dengan kekecewaan. Tidak pernah sebuah jabatan yang didapat dengan jalan yang tidak benar akan bisa bertahan lama. Tuhan tidak pernah memberikan berkat kepada orang yang menempuh cara-cara yang licik dan kotor. Berkat-berakat yang sebenarnya didapat dengan berusaha sungguh-sungguh dan berdoa.
Allah berusaha memberi dan mencurahkan berkat-berkat-Nya kepada kita. Memberi adalah cara-Nya Tuhan. Memberi menjadi kebiasaan Tuhan yang mesti kita tiru dan teladani. Hidup dalam jalan-Nya berarti menjadi seorang pemberi.
Menjadi seorang pemberi berkat kepada orang lain lebih berbahagia ketimbang hanya berpikir untuk mendapatkan berkat saja. Bagi mereka yang suka memberi, berkat Tuhan akan berlipat ganda. Tuhan mengajari kita untuk memberi daripada hanya menerima saja.
Cara dunia untuk mengumpulkan dan meningkatkan uang, pakaian, harta milik, rumah, tanah dan bisnis adalah dengan mendapatkan. Kita memang senang untuk mendapatkan sesuatu. Kita kecewa kalau sudah mengeluarkan sesuatu yang berharga yang kita miliki untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan.
Seperti tertulis dalam Matius 6:31-34 “Sebab itu janganlah kamu khawatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
Dalam kerajaan Allah, Yesus Kristus kelihatannya tidak punya masalah kalau kita mempunyai segala hal yang disebut di atas. Akan tetapi, Dia memberikan pernyataan bagaimana caranya untuk memperoleh semua itu, bukan dengan mendapatkan tetapi dengan memberi.
Memberi itu bukan membayar seseorang untuk apa yang sudah dikerjakannya. Memberi itu bukan menaruh sesuatu di tangan seseorang dengan ketentuan dia harus melakuan sesuatu.
Memberi itu bukan meminjamkan. Memberi itu adalah melepaskan sama sekali kendali tentang sesuatu hal kepada orang lain, sehingga mereka bisa melakukan apa pun yang mereka suka kepada barang yang diberikan. Kekayaan sejati tidak diukur dari apa yang yang dipunyai seseorang, tetapi bagaimana mereka memberi dibanding apa yang mereka miliki.
Semua orang bisa memberi sesuatu. Kita termasuk orang kaya kalau kita bisa memberi sesuatu. Bahkan benda yang paling sederhana pun bisa menjadi suatu pemberian bagi orang lain. Kalau kita bertemu dengan orang yang tidak bisa tersenyum, kita bisa memberikan senyum kepadanya. Memberi senyum bukan dari orang yang mempunyai harta yang banyak. Senyum bisa saja diberikan oleh siapa saja dalam strata apapun.
Kalau kita bertemu dengan orang yang sedang marah-marah, kita bisa memberikan ketenangan kepadanya. Kita bisa memberikan kesejukan bukan malah membakarnya menjadi semakin panas. Orang yang lagi panas hatinya itu, kita balas dengan kelembuatan agar marahnya menjadi redam.
Kalau teman kita kesulitan dalam belajar di sekolah, kita bisa mengajarinya. Dengan mengajarinya kita berarti sudah membantunya. Bukan malah memberikan jawaban pada saat ulangan atau ujian. Memberikan contekan bukanlah jalan yang terbaik bila kita ingin berbuat baik dengan teman yang tidak tahu jawaban ulangan atau ujian. Dengan mengajarinya berarti kita telah memberikan pengetahuan kepadanya.
Kalau kita bertemu dengan teman yang sedang frustasi dan sedang dalam ambang ketidakstabilan jiwa, sedang dalam duka cita, kita hendaknya menjadi sahabat di dalam memberikan ketenangan dan sukacita. Kita bisa menjadi tempat sandaran mencari jalan keluar dari persoalan itu.
Hidup kita akan menjadi petualangan dalam memberi, bukannya pergumulan untuk mendapat. Sebagai anak-anak Tuhan, kita diajari untuk banyak-banyak memberi daripada menerima. Sebab orang yang memberi bukan hanya mereka yang berduit. Memberi bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak membedakan jenis kelamin, usia dan status sosial. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberkati.***
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru
dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)

0 komentar: