Rabu, 21 Oktober 2009

Orang Bebal Tetangga dengan Keangkuhan


Diterbitkan di Harian Metro Riau (Minggu 16 Agustus 2009)

Saat ini banyak kita temui orang-orang yang keras kepala (bebal) di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sebagai orang yang keras kepala terkadang dia tidak menyadari kekerasan kepalanya itu. Bahkan orang lain yang tidak sependapat dengannya dianggapnya sebagai yang keras kepala. Dia tidak mau mengakui kekerasan kepalanya. Malahan menuding orang lainlah yang keras kepala, tidak mau mendengarkannya dan hanya dialah yang harus didengarkan.
Oleh karena itu sangat baik bila kita menghindari berteman dengan orang bebal, sebab kita akan ikutan bebal dibuatnya. Bahkan ada tertulis dalam alkitab, daripada kita berteman dengan orang bebal lebih baik kita menghidarinya sebab bila tetap mempertahankannya kita ikutan bebal.
Ayat berikut mengajari kita sebuah hikmat dalam hidup; Amsal 29:11,21 “Orang bebal melampiaskan seluruh amarahnya, tetapi orang bijak akhirnya merendahkannya. Siapa yang memanjakan hambanya sejak muda, akhirnya menjadikan dia keras kepala.”
Kisah ilustrasi berikut merupakan kejadian di salah satu rumah tangga (sebut saja rumah tangga Hison dan Hida). Kehidupan rumah tangga ini tidak pernah harmonis. Tidak pernah sedetik pun di rumah tangga Hison dan Hida ada kedamaian dan ketenteraman. Selalu saja amarah isterinya menghiasi hari-hari sang suami, Hison.
Pada umumnya keluarga menginginkan hidup tenteram dan bahagia. Tak ada seorang pun yang menghendaki sebuah rumah tanggga yang selalu dihiasi pertengkaran dan amarah. Namun sayang ketika tidak ada lagi kedamaian, maka yang muncul adalah ego diri.
Hida seorang isteri yang sangat dimanja sejak kecil oleh orang tuanya. Seluruh kehendaknya selalu dipenuhi kedua orang tuanya. Walaupun itu sebenarnya tidak mendidiknya.
Akhirnya Hida mempunyai sifat sesuka hati kepada suaminya. Si suami hendak dikuasai dengan amarahnya. Sebab kebebalannya melahirkan amarah. Amarahnya tidak pernah bisa dibendung, selain menghidarinya.
Memang sangat sulit rasanya bercerita dan berbagi suka-duka dengan orang bebal. Sebab kalau tidak sesuai dengan keinginannya hanya mendatangkan amarahnya. Hal ini terjadi juga di tempat kerjanya Hida. Bukan hanya kepada suaminya saja dia menunjukkan kebebalannya. Di tempat kerjanya juga dia tidak disenangi oleh teman-temannya. Sebab tidak jarang kalau berbicara dengan Hida, teman-temannya jadi kesal yang ujung-ujungnya akan terjadi pertengkaran dan akhirnya tidak teguran berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Hal ini membuat teman-temannya tidak ada lagi yang dekat dengannya. Teman-teman sekantornya tidak ada lagi yang mau berbicara dengannya. Kalau pun mau berbicara denganya hanya sebatas pekerjaan saja. Sebab orang bebal sangat tidak mau dinasihati. Dia tidak senang bergaul, sebab terlalu egois.
Hison pun tidak jarang mendiamkan isterinya yang bebal ini. Setiap ada diskusi, setiap kali kumpul dengan isterinya ini selalu saja diakhiri dengan pertengkaran. Karena orang bebal selalu menunjukkan keegoisannya. Dia terlalu sombong dengan pendapat, dengan kekayaan dan dengan yang dia miliki.
Tidak ada kerendahan hati pada diri Hida. Baginya orang lainlah yang pantas direndahkan. Dia sekali-kali jangan direndahkan. Puncak emosinya akan semakin tinggi kalau terjadi perendahan padanya.
Ketika ketika kecil Hida terlalu dimanja orang tuanya, inilah yang salah. Sampai-sampai ketika memasuki masa berumah tangga, Hida tak bisa mandiri. Kemanjaan yang diberikan orang tuanya menjadikannya sesat. Hida pun tidak suka bergaul yang akhirnya tidak mengerti dengan kehidupan ini. Tidak pernah merasa bersyukur. Tahunya hanya marah-marah, setelah itu semua keinginannya harus dipenuhi.
Hison melihat isterinya sudah terlalu bebal yang akhirnya mendatangkan dosa bagi Hison. Dinasihati tidak mau, bahkan semakin keras dengan pendapatnya. Memang satu-satunya cara adalah menghindar dari kehidupan orang bebal. Namun mereka terlanjur menjadi suami isteri. Tetapi lama-lama, laki-laki mana yang tahan melihat isteri yang bebal dan sukanya marah. Sebab orang bebal itu bertentangga dengan keangkuhan.
Hal ini terbukti, setiap kali pertengkaran selalu timbul keangkuhan yang menganggap keluarganya lebih terhormat daripada keluarga suaminya. Akhirnya hina menghina keluarga pun terjadi. Hison gerah dengan kehidupan seperti ini, yang membuat rumah tangga ini harus berantakan dan tak bisa dipertahankan.
Ini merupakan gambaran bahwa kita tidak mengingini hal ini terjadi. Namun begitulah kalau berhadapan dengan orang bebal. Kita tidak akan pernah melihat kerendahan hati pada diri orang bebal. Yang ada pada orang bebal adalah amarah.
Di dunia kerja juga tidak jarang kita menemui teman-teman sekantor yang bebal. Mereka tidak disenangi banyak teman sekantornya. Kalau pun orang mau bertegur sapa dengannya hanya sebagai basa-basi yang harus dilalui di dunia kerjanya. Sementara kalau ditanya secara jujur, mereka tidak senang berteman dan berada dekat dengan orang bebal ini.
Orang bebal selalu mengadu-domba sifatnya. Menjelek-jelekkan orang lain dan selalu berfikiran negatif. Dia suka mengadu domba kawan-kawannya. Bahkan, kalau berhubungan dengannya bisa terjadi “manajemen konflik.”
Terkadang hal inilah yang disukai pemilik perusahaan, pemimpin sebuah badan usaha dan pengelola yayasan pendidikan (sekolah). Mereka menempatkan orang bebal ini bak intelnya aparat kepolisian. Akhirnya sesama teman-temannya terjadi perkelahian. Sesama teman-temannya terjadi perpecahan sehingga tidak ada lagi kekompakkan (persatuan sesama karyawan dan pegawai musnah). Hal ini sangat disenangi pemilik usaha, pemilik yayasan pendidikan dan lainnya.
Sebab kalau antar karyawan, antar pegawai tidak ada lagi saling kepercayaan, tidak ada persatuan tentu tidak bisa bertindak kalau ada sesuatu yang merugikan pekerja (seperti berjuang lewat demo). Tetapi di dalam Alkitab, orang-orang bebal yang ditempatkan di sebuah lembaga ini sangatlah dibenci Tuhan. Bagi orang bebal akan lahir keangkuhan, sok berkuasa, sok kaya, sok cantik dan sok lainnya.
Sebagai anak-nak Tuhan, kita sebaiknya menghindari kehidupan yang keras kepala seperti ini. Orang yang keras kepala akan lahir keangkuhan dan kesombongan. Keangkuhan orang ini akan merendahkan orang itu sendiri. Tetapi orang yang rendah hati, akan selalu menerima pujian.
Rendah hati bukan kepura-puraan. Rendah hati bukan untuk disandiwarakan. Rendah hati haruslah tulus, bukan berpura-pura dan sandiwara. Saat ini kebanyakan manusia yang berpura-pura rendah hati dihadapan orang. Pada hal sesungguhnya dia lebih senang dipuji dengan kehebatan dan ketinggian hati.
Dia lebih senang dipuji; “engkaulah yang terhebat, engkaulah yang terpintar, engkaulah yang segala-galanya di antara teman-temanmu, dan engkaulah yang lebih……..” Sebagai renungan untuk santapan rohani kita minggu ini terambil dari Alkitab, Amsal 29:23, “Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian.”
Hal ini memberikan pelajaran rohani buat kita, bahwa kerendahan hati yang tulus akan mendapatkan pujian dari Tuhan dan orang banyak. Kalau kita selalu menyombongkan dan meninggikan diri, maka kita akan direndahkan dan dipermalukan. Sebagai anak-anak Tuhan, sebagai hamba Tuhan, kita hendaknya jangan tinggi hati dan bebal. Tuhan memberkati kita semua, selamat hari Minggu.***
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru)

0 komentar: