Selasa, 09 Desember 2008

puisi ini sudah diterbitkan di surat kabar Riau Mandiri

Pondasi Ambruk

Ketika wangi
Berubah jadi
Sandi
Ketika wangi
Melukai di hati
Mengoyak-ngoyak
Pada luka yang bernanah
Patahlah sayap
Pondasi yang selama ini
Dibangun
Dipertahankan dengan benang cinta
Menali kasih sejuta rindu
Sirna di dahan-dahan
Hingga ranting-ranting
Yang tak sanggup
Lagi menahan terpaan badai
Silih berganti
Dalam kata-kata
Basimu
Yang melukai lukaku
Terima kasih
Sejuta kasih
Selamat tinggal kenangan.

Pekanbaru, Agustus 2008



Kenangan yang Sirna

Teringat aku akan kenangan itu
Yang menghantarkan kita
Mendayung bersama
Dalam menentang badai
Kehidupan nyata ini
Namun, engkau telah lupa
Diri bahwa kehidupan
Mesti dirajut dengan sesama
Sebab kita tercipta
Untuk berbagi
Sebab kita tercipta
Untuk memberi
Bukan untuk sendiri
Ketika ingatanku teringat
Akan kata-kata terlontar
Dari mulutmu
Dalam menerima keberadaanku
Saat itu hanya keindahan
Yang kita rajut
Hanya sebentar
Hanya sedikit waktu kehidupan bersama
Sebab engkau
Telah menyimpang dari dasar
Dari sendi-sendi
Yang masih ada di masyarakat
Sungguh aku masih teringat
Akan ucapan petuah
Orang-orang tua
Dalam mengantarkan
Kita ke gerbang
Kehidupan nyata
Namun, sirna sudah
Bahagia itu
Ditelan keegoisan
Ditelan keras kepala
Di telah iri dan dengki
Sungguh aku tersimpuh
Pada nadir kehidupan.
Pekanbaru, September 2008



Mawar Hati

Sehari kehidupan kita
Banyak badai yang engkau terpakan
Sehari keindahan kita
Banyak noda kotor dari mulut
Yang terlontar hanya menyakiti
Hati ini
Masih ada batas kata-kata
Hati ini
Punya rasa dan perasaan
Kenapa mesti menyakiti
Kenapa mesti terlontar juga
Kemudahan kata-kata
Tanpa pertimbangan
Dari mulut manismu
Sehari kehidupan kita
Engkau gores dengan amarah
Yang setiap saat meledak
Sepanjang roda berputar
Hanya tersisa caci-maki
Yang tertinggal hinaan
Hari-hari yang indah
Masih panjang untuk digapai
Tetapi karena hati
Masih punya rasa
Lepas sudah mawar hati.

Pekanbaru, September 2008


Mencari Bintang

Dengarlah wahai bintang-bintang
Yang bisu setiap malam
Dalam tangis derita kami
Dalam deretan puisi
Yang sanggup bangkit
Hanya lewat kata-kata
Tak pernah lagi
Rasa menghargai
Menerpa diri
Pernah juga kucoba
Mencari wujudmu
Di antara bintang-bintang
Yang ditutupi awan kelabu
Tapi hanya caci maki
Yang dipersembahkan
Hanya iri dan dengki
Yang dikumandangkan
Dalam memandangku
Tak lebih
Dari hinaan
Di antara kata-kata indah dulu
Engkau kubur dalam diri yang egois
Kucari bintang
Untuk menerangi hidup
Namun hanya kekecewaan
Yang membalut dukaku.

Pekanbaru, September 2008

0 komentar: