Kamis, 22 April 2010

Dimuat di harian Metro Riau, Minggu 18 April 2010


Kunci Berkat

Kita sering sekali melihat orang banyak jatuh dalam penderitaan dan kesulitan menghadapi masalah. Mulai dari kehilangan peluang, kehilangan pekerjaan, kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya karena mengedepankan emosi dan amarah. Emosi dan amarah yang menggebu dan tanpa kendali telah membuat segalaya hilang lenyap. Emosi dan amarah yang meluap-luap tidak menjadi berarti dan hanya akan mendatangkan bencana pada diri sendiri.
Kemarahan tidak hanya menyakiti hati orang lain, kemarahan juga menyakiti diri sendiri. Bahkan kemarahan yang berlebihan bisa mendatangkan penyakit. Sekarang ini banyak rumah sakit yang sedang merawat orang sakit karena amarahnya yang tidak bisa terkendali dan terlalu lama menyimpan amarah (amarah berkepanjangan). Lama-kelamaan amarah ini bisa mendatangkan maut.
Amarah harus dikendalikan, jangan sampai meletup-letup keluar tidak karuan. Sebagai orang dewasa yang berjalan di dalam Tuhan, kita dituntut untuk mengendalikan amarah yang berlebihan. Meredam amarah berarti kita bisa menghindar dari pikiran negatif dan penyakit yang mematikan. Bahkan kita bisa panjang umur dan awet muda kalau selalu tersenyum dan meredam amarah.
Kalau kita menghadapi masalah atau gangguan, baik itu masalah kecil atau besar, hadapilah dengan bijak, redam kemarahan sebisa mungkin, lakukan penundaan dua-tiga detik dengan menarik napas panjang, kalau perlu pergilah ke kamar kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air dingin, agar murka kita mereda dan kita terlepas dari ancaman wajan panas yang bisa menghancurkan masa depan kita.
Kita memang berusaha keluar dari persoalan dan mendapatkan keinginan, tetapi bukan dengan cara marah-marah. Cita-cita untuk mendapatkan sesuatu adalah baik. Bahkan permohonan dan doa untuk mendapatkan berkat Tuhan adalah mulia. Tetapi jalannya tidaklah dengan marah. Jalannya tidaklah dengan melakukan segala cara. Melakukan cara-cara yang tidak benar.
Untuk memperoleh berkat-berkat Tuhan tidak bisa dengan amarah. Memperoleh berkat tidak bisa melakukan cara-cara yang licik. Kalau pun kita memperoleh sesuatu yang kita inginkan dengan kelicikan, itu tidak akan bertahan lama. Lambat laun berkat yang baru saja diperloleh itu akan lenyap.
Misalnya ketika kita menginginkan suatu jabatan di sebuah tempat kerja, berusahalah untuk bekerja keras dan berprestasi. Usaha keras dan prestasi serta berdoa kepada Tuhan adalah cara yang diajarkan Tuhan Yesus yang seharusnya kita teladani.
Jabatan itu didapat tidak menggunakan cara-cara yang licik dan busuk. Jabatan itu jangan sampai didapat dengan cara mengorbankan orang lain. Memfitnah dan menjatuhkan orang lain dengan berbagai cara guna mendapatkan jabatan adalah bentuk kelicikan yang sangat dibenci Tuhan. Jangan gara-gara untuk mendapatkan jabatan, kita menghalalkan segala cara. Tuhan tidak akan memberkati orang seperti ini.
Jabatan yang didapat dengan cara-cara yang tidak benar, akan berakhir dengan kekecewaan. Tidak pernah sebuah jabatan yang didapat dengan jalan yang tidak benar akan bisa bertahan lama. Tuhan tidak pernah memberikan berkat kepada orang yang menempuh cara-cara yang licik dan kotor. Berkat-berakat yang sebenarnya didapat dengan berusaha sungguh-sungguh dan berdoa.
Allah berusaha memberi dan mencurahkan berkat-berkat-Nya kepada kita. Memberi adalah cara-Nya Tuhan. Memberi menjadi kebiasaan Tuhan yang mesti kita tiru dan teladani. Hidup dalam jalan-Nya berarti menjadi seorang pemberi.
Menjadi seorang pemberi berkat kepada orang lain lebih berbahagia ketimbang hanya berpikir untuk mendapatkan berkat saja. Bagi mereka yang suka memberi, berkat Tuhan akan berlipat ganda. Tuhan mengajari kita untuk memberi daripada hanya menerima saja.
Cara dunia untuk mengumpulkan dan meningkatkan uang, pakaian, harta milik, rumah, tanah dan bisnis adalah dengan mendapatkan. Kita memang senang untuk mendapatkan sesuatu. Kita kecewa kalau sudah mengeluarkan sesuatu yang berharga yang kita miliki untuk membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan.
Seperti tertulis dalam Matius 6:31-34 “Sebab itu janganlah kamu khawatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.”
Dalam kerajaan Allah, Yesus Kristus kelihatannya tidak punya masalah kalau kita mempunyai segala hal yang disebut di atas. Akan tetapi, Dia memberikan pernyataan bagaimana caranya untuk memperoleh semua itu, bukan dengan mendapatkan tetapi dengan memberi.
Memberi itu bukan membayar seseorang untuk apa yang sudah dikerjakannya. Memberi itu bukan menaruh sesuatu di tangan seseorang dengan ketentuan dia harus melakuan sesuatu.
Memberi itu bukan meminjamkan. Memberi itu adalah melepaskan sama sekali kendali tentang sesuatu hal kepada orang lain, sehingga mereka bisa melakukan apa pun yang mereka suka kepada barang yang diberikan. Kekayaan sejati tidak diukur dari apa yang yang dipunyai seseorang, tetapi bagaimana mereka memberi dibanding apa yang mereka miliki.
Semua orang bisa memberi sesuatu. Kita termasuk orang kaya kalau kita bisa memberi sesuatu. Bahkan benda yang paling sederhana pun bisa menjadi suatu pemberian bagi orang lain. Kalau kita bertemu dengan orang yang tidak bisa tersenyum, kita bisa memberikan senyum kepadanya. Memberi senyum bukan dari orang yang mempunyai harta yang banyak. Senyum bisa saja diberikan oleh siapa saja dalam strata apapun.
Kalau kita bertemu dengan orang yang sedang marah-marah, kita bisa memberikan ketenangan kepadanya. Kita bisa memberikan kesejukan bukan malah membakarnya menjadi semakin panas. Orang yang lagi panas hatinya itu, kita balas dengan kelembuatan agar marahnya menjadi redam.
Kalau teman kita kesulitan dalam belajar di sekolah, kita bisa mengajarinya. Dengan mengajarinya kita berarti sudah membantunya. Bukan malah memberikan jawaban pada saat ulangan atau ujian. Memberikan contekan bukanlah jalan yang terbaik bila kita ingin berbuat baik dengan teman yang tidak tahu jawaban ulangan atau ujian. Dengan mengajarinya berarti kita telah memberikan pengetahuan kepadanya.
Kalau kita bertemu dengan teman yang sedang frustasi dan sedang dalam ambang ketidakstabilan jiwa, sedang dalam duka cita, kita hendaknya menjadi sahabat di dalam memberikan ketenangan dan sukacita. Kita bisa menjadi tempat sandaran mencari jalan keluar dari persoalan itu.
Hidup kita akan menjadi petualangan dalam memberi, bukannya pergumulan untuk mendapat. Sebagai anak-anak Tuhan, kita diajari untuk banyak-banyak memberi daripada menerima. Sebab orang yang memberi bukan hanya mereka yang berduit. Memberi bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak membedakan jenis kelamin, usia dan status sosial. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberkati.***
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru
dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)

Sabtu, 10 April 2010

Sudah Dimuat di Metro Riau Minggu 11 April 2010

Menjadi yang Terbesar

Sekelompok rusa sedang makan rumput di sebuah padang belantara. Tiba-tiba muncul seekor singa yang kelaparan yang sedang mencari mangsa. Rusa-rusa itu serentak melindungi diri dengan cara berdiri saling membelakangi membentuk lingkaran dengan arah tanduk-tanduknya ke depan.

Sang singa tidak berani mendekat, takut kena tanduk rusa. Akan tetapi, dengan tipu muslihatnya ia lalu berkata, “Sungguh sebuah barisan yang bagus. Bolehkah aku tahu rusa jenius mana yang mencetuskan ide seperti ini?”

Rusa-rusa itu termakan hasutan sang singa. Mereka berdebat siapa yang pertama kali mencetuskan ide membuat barisan kokoh tersebut. Tidak ada kata sepakat, akhirnya mereka cerai-berai. Sang singa pun dengan mudah memangsa mereka satu per satu.

Ilustrasi tersebut sering kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan kata-kata bijak menjelaskan, sebuah lidi tidak mungkin bisa menyapu halaman rumah kita. Tetapi kalau lidi-lidi itu dikumpulkan dan diikat tentu ceritanya lain. Lidi itu jadi bermanfaat dan mampu untuk menyapu halaman rumah kita. Di saat lidi-lidi itu bersatu, mereka memiliki kekuatan. Tetapi bila mereka berdiri sendiri, mereka menjadi lemah.

Secara tidak kita sadari, sebuah kelompok, sebuah persekutuan dan sebuah kerjasama sangat menopang kehidupan kita. Kita tidak pernah menyadari dari peranan yang diperbuat sahabat. Kita terkadang tidak menyadari peranan besar dari saudara. Kita asyik bertengkar dengan mereka dan menganggap tidak ada gunanya bersahabat atau berteman dengan yang lain.

Dalam sebuah kelompok, baik kelompok kerja di perusahaan, maupun kelompok pelayanan di gereja, salah satu kerikil dan duri paling tajam yang bisa muncul adalah persaingan tentang siapa yang paling berpengaruh, paling berjasa, paling penting dan paling dibutuhkan. Apabila sudah begitu, kelompok tersebut menjadi sangat rapuh. Seperti yang terjadi pada kelompok rusa dalam cerita di atas.

Seseorang merasa tanpa kehadiran atau kesertaannya, kegiatan ini tidak akan jalan dengan baik. Seorang lagi beranggapan karena dialah perusahaan ini bisa maju dan jaya seperti sekarang ini, karena tanpa dia, perusahaan tak akan bisa melakukan terobosan dan mencari peluang melebarkan sayap bisnis yang menghasilkan pemasukan yang banyak bagi perusahaan.

Tanpa kehadirannya, penandatanganan perjanjian proyek ini tidak akan terjadi. Tanpa kehadirannya, rapat dan kebijakan tidak akan jalan. Dan semua orang diperusahaan ini atau di kelompok persekutuan ini sangat membutuhkan kehadirannya. Mereka begitu terikat dan sangat tergantung kepadanya sehingga dia adalah karyawan yang paling dibutuhkan.

Persaiangan ini juga terjadi di antara para siswa di sekolah. Mereka saling bersaing memperoleh nilai yang tinggi. Mereka bersaing untuk disayang dan mendapat perhatian lebih dari gurunya di banding kepada teman-temannya yang lain. Bahkan hingga di rumah pun mereka bersaing untuk menjadi yang paling disayangi kedua orang tuanya.

Segala bentuk persaingan pada intinya tidak salah kalau dilakukan dengan sehat dan tanpa ada maksud tersembunyi di dalam persaingan itu. Apalagi persaingan untuk berlomba-lomba melakukan hal yang baik. Berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan dan berlomba memberikan kasih kepada sesama.

Persaingan demikian rupanya terjadi juga di kalangan para murid Tuhan Yesus. Setelah sebelumnya mereka berdebat tentang siapa yang terbesar di antara mereka (Markus 9:33-37), sekarang tahu-tahu Yakobus dan Yohanes tampil meminta tempat utama kepada Guru mereka. Kesepuluh murid lain kontan marah kepada kedua bersaudara itu.

Tuhan Yesus segera meluruskan pemahaman mereka. Siapa yang ingin menjadi yang terbesar, ia harus menjadi pelayan bagi semua (ayat 43,44). Artinya, kebesaran sejati terletak dalam kerendahan hati.

Tetapi pada prinsipnya persaiangan yang terjadi adalah bukannya malah menjadi pelayan, melainkan ingin dilayani dan mendapat tempat yang paling terhormat. Kebesaran seseorang itu terletak pada kerendahan hatinya bukan pada ketinggian hati.

Untuk apa seorang yang kaya kalau tidak pernah menyumbang dan membantu sesama yang kesusahan. Untuk apa menjadi pandai kalau ilmu yang dimiliki tidak bisa bermanfaat bagi orang lain. Lebih baik sebagai seorang yang sederhana, namun memiliki hati emas dan kasih sayang yang tulus. Daripada kehormatan yang tinggi tapi berhati srigala dan penghisap darah orang lain.

Rasanya sebagai anak-anak Tuhan tidak selayaknya kita mencari-cari kebesaran diri. Biarlah Tuhan yang menilai dan memberikan upah kita yang sesungguhnya. Sebab penilaian Tuhan tidak pernah salah atas semua perbuatan yang kita lakukan selama ini. Mesin komputer untuk menilai hasil ujian kita yang tertuang pada perbuatan kita di dunia ini terekam dengan jelas. Tidak pernah terjadi kesalahan teknis, sebab penilaian terhadap kita yang menjadikan upah kita di sorga begitu valid.

Kalu kita sebagai orang yang berada, jadikanlah itu untuk pelayanan kasih yang sesungguhnya. Kalau kita pintar, jadikanlah itu untuk membantu dan mencari jalan keluar dari segala permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Sehingga kita menjadi besar karena menjadi pelayan kasih-Nya.

Sebab barang siapa yang mencari kebesaran dengan cara memegahkan diri, tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tetapi barang siapa yang menunjukkan kasih dan menjadi pelayan-pelayan otomatis pintu sorga terbentang dikehidupannya.

Tuhan tidak pernah menghalangi kita menjadi besar. Tuhan sangat senang umat-Nya memiliki nama yang besar akibat prestasi yang diukirnya. Tetapi ingatlah selalu, ketika kebesaran yang kita miliki itu menjadi kenyataan, janganlah anggap itu sebuah kesombongan diri. Janganlah anggap itu hasil usaha dan kerja keras sendiri tanpa bantuan dan kesertaan Tuhan di dalamnya.

Kalau kita sebagai orang yang berada, ambillah langkah dan jalan melayani, itulah yang sesungguhnya yang membuat kita menjadi besar. Itulah sesungguhnya kebesaran yang sejati.

Untuk bahan renungan kita minggu ini tertulis di kitab Markus 10:43-45, “Tidaklah demikian di antara kamu. Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena anak manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Marilah kita berlomba-lomba untuk menjadi yang terbesar dengan melakukan pelayanan kasih yang sesungguhnya di tengah-tengah kita. Marilah kita mengulurkan tangan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Dengan begitu, sebagai umat Kristen yang melayani, nama besar yang sesunggunya ada pada diri kita menunjukkan “kekecilan” kita di mata manusia dan menjadi besar di mata Tuhan. Semoga kita bisa menjadi pelayan-pelayan sejati yang membesarkan kita kelak. ***

Erwin Hartono, S.Pd

(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru

dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)

Hari Ini Paskah

Sudah Dimuat di Harian Metro Riau, Minggu 4 April 2010


Yesus Telah Bangkit

Roma 5:8 “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”

Kalau ditanyakan kepada siapa saja di muka bumi ini, tidak ada seorang pun yang ingin hidup susah, menderita dan sengsara. Semua orang ingin senang dan bahagia. Tuhan bahkan tidak pernah bahagia melihat manusia hidup menderita dan sengsara. Tuhan senang melihat manusia ciptaan-Nya hidup dengan penuh kelimpahan, namun manusia terkadang malas dan ingin senangnya saja.

Pada dasarnya, setiap orang ditakdirkan untuk hidup sebagai seorang pengusaha. Cuma dengan berusaha saja, seseorang dapat bertahan untuk hidup. Untuk meraih kesuksesan atau kemakmuran, kita harus bekerja keras serta berusaha, dan membangkitkan kemauan diri di dalam berusaha.

Perjuangan hidup tiada mengenal lelah, harus berani mencoba dan terus mencoba,
harus berani menerima serta menghadapi tantangan hidup, dan sebisa mungkin memanfaatkan kesempatan yang diberikan kepada kita. Jangan malah takut menghadapi hidup dan ragu-ragu memanfaatkan kesempatan yang dipercayakan kepada kita.

Seseorang ingin berhasil dalam sekolahnya tetapi dia malah malas belajar. Kalau disuruh belajar oleh orang tuanya malah membangkang. Di sekolah pun cara belajarnya tidak serius, hanya ikut-ikutan saja daripada tidak sekolah. Orang ujian, dia pun ikutan ujian dengan cara mencontek punya temannya atau malah menjawab asal isi.

Seharusnya, kalau kita berkeinginan sukses di dalam studi, tentu jalan satu-satunya adalah belajar dengan tekun dan giat. Belajar dengan keras merupakan perjuangan yang disenangi Tuhan. Sehingga kesuksesan yang kita raih tidak sia-sia.

Selain itu, kalau kita hendak sukses dalam pekerjaan atau dalam berusaha tentu dengan kerja keras. Jangan bermalas-malasan. Tuhan menyenangi orang pekerja keras. Sebab dalam diri orang pekerja keraslah kesuksesan berusaha akan bisa diraih.

Tetapi pada kenyataannya, kita banyak yang menyerah kepada kerasnya hidup. Kita malas dan menolak jalan bekerja keras. Kita tidak mampu bertahan dengan badai, ombak dan dan hantaman batu cadas. Kita sangat rapuh dan cepat berputus asa. Kita tidak siap memperoleh tiket kemenangan dan menyerah di tengah jalan, bahkan ada yang menyerah sebelum bertanding.

Permasalahan dan persoalan hidup adalah rival yang mesti kita taklukkan dan kalahkan. Bukan sebaliknya, persoalan dan permasalahan itu menghancur-leburkan hidup kita. Sebab pada kenyataannya, kita tidak sendiri. Tuhan adalah penolong yang sejati. Sebesar apa pun persoalan dan permasalahan hidup, kalau kita sertakan Tuhan di dalamnya, akan menjadi mudah.

Yang paling penting dalam hidup ini adalah kita wajib setiap saat dan setiap waktu mengucap syukur serta berdoa kepada Tuhan agar setiap langkah hidup kita diberkati serta selalu dalam penyertaan-Nya. Agar kehidupan kita kelak juga diberikan-Nya tempat yang layak.

Semua itu sudah selayaknya menjadi panggilan hidup orang Kristen. Karena pada saat kita mengucap syukur, itulah saat kita menyatakan dan mengungkapkan tanda kasih kita kepada Tuhan. Pada saat kita memuliakan nama-Nya, itulah kesempatan kita merendahkan diri dan sujud menyembah-Nya.

Namun yang sering terjadi adalah, di mana kesuksesan telah diraih. Kita justru tenggelam dalam kehidupan. Bahkan sengaja menenggelamkan diri pada dunia. Lupa akan keberadaan-Nya. Kita, justru lupa bahwa kasih Tuhan yang menolong serta menuntun hidup kita hingga semuanya itu dapat diraih.

Kita menjadi lalai atas kewajiban kepada Tuhan karena kesuksesan, kesenangan hidup dan harta telah membutakan mata. Kita lupa dan kadang menyangkal bahwa kesuksesan itu bersumber dari kemurahan Tuhan. Kita mulai memegahkan diri. Mulai sombong dan melupakan dasar hidup sebagai orang Kristen.

Kita menganggap akar dari kesuksesan itu adalah berkat usaha sendiri. Kesuksesan itu adalah usaha keras tanpa bantuan siapapun juga. Bahkan kesuksesan itu hanya patut kita rayakan dengan berpesta pora.

Apa yang terjadi ketika kesuksesan itu pada suatu waktu tiba-tiba diambil dari diri kita? Yang timbul justru adalah rasa sesal, kecewa, dan marah kepada Tuhan, karena kita menganggap Tuhan tidak menyertai usaha yang sedang kita lakoni. Kita malah “bernegatif thingking” mengatakan Tuhan tidak senang dengan kesuksesan.

Kita terkadang berat sebelah. Ketika kita sukses dalam hidup, kita melupakan Tuhan dan asyik pada hidup duniawi. Namun kalau sudah terjadi kesulitan hidup, tumpur dan lain sebagainya, kita malah menyalahkan Tuhan. Pada hal kitalah yang tidak pernah menyertakan-Nya dalam hidup, baik susah maupun dalam senang.

Kebanyakan orang, melihat keterpurukan hidup justru membuatnya menjadi semakin lemah dan jatuh ke dalam dosa. Mereka justru larut dalam kesedihan, ratap dan tangis, melupakan harap serta membangkitkan siksa bagi diri sendiri. Mereka menjadi lemah, dan kadang lupa untuk berusaha bangkkit kembali.

Sesungguhnya, Tuhan bukanlah pribadi yang lemah seperti itu. Tuhan itu sangat baik, dia setia dan selalu menyertai kita. Setiap saat, setiap waktu, dan di setiap kesempatan kala kita membutuhkan hadirat-Nya. Ia selalu menyempatkan hadir untuk menyapa kita dan menemani kita, tidak hanya di saat kita sedang menghadapi masalah, tetapi juga, di saat kesenangan ada di dalam diri kita.

Sungguh Dia teramat baik. Meskipun kita sering lalai atas panggilan kasih-Nya, Ia tetap mau datang dalam hadirat-Nya untuk menghibur, menolong, dan menjaga kita. Ia bukanlah imajinasi, melainkan sebuah kenyataan yang dapat kita rasakan, tidak hanya di dalam hati, akan
tetapi juga di dalam kehidupan nyata kita. Dia bukanlah halusinasi yang menawarkan mimpi-mimpi melainkan kenyataan hidup.

Tindakan kasih Tuhan yang teramat agung dan rasanya tak mungkin kita samai atau
jumpai pada pribadi yang lain, adalah dengan memberikan nyawa-Nya untuk keselamatan kita agar tidak terpuruk dan jatuh ke dalam jurang maut, upah orang berdosa.

Tuhan Yesus mengalami penderitaan hebat, sewaktu Ia diadili, di saat Ia
harus memikul salib, dan pada saat Ia disalibkan. Yesus mati mengalami penderitaan di dalam sisi kemanusiaan-Nya, dan bukan di dalam ke-Illahian-Nya. Tetapi Yesus tersenyum bahagia di dalam menjalankan misi penyelamatan-Nya.

Misi penyelamatan-Nya tidak semudah dan segampang yang ada dalam film-film laga Barat. Darah yang mengalir keluar dari tubuh-Nya merupakan tanda basuhan dosa atas manusia, agar manusia dapat ditebus serta disucikan dari dosa. Ia disalibkan bagai seorang penjahat besar (karena pada pada waktu itu, orang yang disalibkan adalah orang yang dianggap telah melakukan sebuah kejahatan besar saat itu), pada hal apa yang dilakukan-Nya adalah untuk menanggung segala dosa kita.

Apabila kita merenungkan akan hal ini, siapakah yang sebenarnya harus disalibkan? Begitu besar kasih dan rasa sayang Tuhan kepada kita sehingga Ia bersedia menggantikan kita untuk menderita di kayu salib agar dosa-dosa kita dapat ditebus.

Kita harus bersyukur kepada Allah akan hal tersebut karena kita telah diselamatkan dan terbebas dari hukuman menerima alam maut karena dosa-dosa kita dan dapat menjadi hamba kebenaran.

Dalam Roma 6:18 dinyatakan, “Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” Yesus melakukan sesuatu yang kelihatan mustahil untuk kita, mengorbankan diri-Nya agar orang banyak terselamatkan. Ia melakukan pembaharuan dalam kehidupan umat manusia, khususnya kepada mereka yang percaya kepada-Nya.

Sebagai anak-anak Tuhan, Kematian Tuhan Yesus dan juga Paskah, tidak akan pernah berarti jika di dalam diri dan hidup kita tidak pernah ada respon positif atas kemurahan serta kebaikkan yang telah Tuhan perbuat untuk kita. Selamat Paskah, Tuhan memberkati. ***

Erwin Hartono, S.Pd

Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru

dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi

Paskah Sudah di Depan Mata

Sudah Dimuat di harian Metro Riau, Minggu 28 Maret 2010

Kemenangan Orang Percaya

Persoalan dan pergumulan hidup menjadi tantangan kita di dunia ini. Tetapi jangan gara-gara persoalan itu membuat kita menjadi frustasi, stress dan melupakan pertolongan Tuhan. Persolan itu adalah derita yang mesti kita tanggung. Itu belumlah seberapa dibandingkan dengan pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib.

Saat ini, semakin beraneka ragam persoalan yang kita hadapi. Mulai dari pekerjaan, masalah pendidikan anak, biaya hidup yang semakin lama semakin tak bersahabat dengan kocek orang-orang miskin. Terkadang beragam persoalan ini membuat kita terpukul dan akhirnya mencari jalan pintas.

Tuhan Yesus tidak menghendaki kita memilih jalan pintas, jalan tol yang bebas dari hambatan bahkan jalan yang tergesa-gesa. Tuhan menghendaki kita berjalan apa adanya, tenang dan selalu berpengharapan kepada-Nya. Kita boleh saja hidup miskin, namun memakan rezeki yang halal, selalu berbuat kebaikan dan kasih yang tulus, bukan berpura-pura.

Kekayaan rohani dijanjikan-Nya di surga masih memiliki peluang yang sangat besar untuk kita raih. Masih sedikit orang yang memilih dan mengikut jalan-Nya. Sebab barang siapa mengikuti jalan salib (Yesus Kristus) harus siap untuk menderita. Namun upahnya di surga tak kan dimakan rayap. Harta di surga adalah suci, tidak dikenai pajak, bebas dari pemeriksaan KPK, dan bebas dari uang haram.

Memang dalam kenyataan sehari-hari sangat sedikit orang yang memilih jalan memikul salib. Orang lebih senang dengan jalan pintas. Ingin lulus dengan nilai yang tinggi dalam Ujian Nasional (UN) dengan membeli kunci soal dan berbagai contekkan lainnya. Ingin kaya, memilih jalan pintas dengan melakukan usaha illegal. Ingin sesuatu lebih, memilih jalan yang menghalalkan segala cara.

Kita bukan tidak sadar dengan membeli kunci jawaban atau bocoran soal Ujian Nasional itu perbuatan yang tidak benar. Berusaha secara illegal, seperti yang akhir-akhir ini marak di media massa, di antaranya persoalan kasus Century, kasus penggelapan pajak, kasus judi, kasus CPO dan minyak oploson yang kesemuanya itu adalah salah.

Jangan memandang kekayaan dunia dengan hanya melihat uang dan keuntungan dari usaha yang illegal tersebut. Banyak cara, kalau ingin berhasil dalam Ujian Nasional bukan dengan membeli bocoran soal, namun dengan belajar yang tekun. Kalau ingin kaya, berusahalah yang legal yang tidak melanggar hukum dan ajaran agama.

Tetapi kita terkadang tidak mau bekerja keras dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan semua itu dengan legal. Kita lebih memilih jalan pintas daripada jalan yang benar. Kita lebih memilih jalan yang gelap. Kita tidak bisa membedakan uang hasil judi, nilai yang baik dari hasil membeli bocoran soal atau uang hasil usaha oplosan, baik CPO maupun minyak tanah. Pada hal kita sadar telah merugikan diri sendiri dan orang lain.

Apakah kita tidak menyadari telah memberikan uang judi kepada anak-isteri, kita memang memperoleh keuntungan dari hasil Ujian Nasional yang kita beli bocorannya sehingga bisa lulus dengan nilai yang baik dan masuk sekolah favorit tetapi setelah di sekolah favorit itu kita gagal. Kita telah memberikan orang makan dari hasil oplosan CPO dan minyak tanah yang tidak halal. Efek negatifnya bisa kita rasakan sekarang atau pada anak cucu (waktu yang lama baru dirasakan).

Bukan ini yang dikehendaki Tuhan. Dia tidak pernah memikirkan dan merancang kita untuk berbuat curang seperti ini. Dia selalu mengajari kita untuk selalu berusaha keras di jalan yang benar. Dia tidak menginginkan kita melangkah di jalan pintas.

Sebab Yesus sendiri tidak berkenan melalui jalan pintas untuk sampai ke tempat Bapa-Nya. Pada hal, Dia sebenarnya bisa kalau Dia mau. Tetapi tidak dilakukan-Nya. Dia lebih memilih merasakan penderitaan memikul salib.

Inilah yang diajarkan-Nya kepada setiap orang yang mengaku Kristen. Bukan masalah penyaliban Yesus, tetapi jalan sengsara Yesus, mulai dari gedung pengadilan sampai di bukit Golgota.

Apa yang terjadi saat itu adalah sebuah proses penderitaan dan bukti kasih-Nya kepada anak-anak-Nya, yaitu umat manusia. Dia ingin menyelamatkan manusia yang dikasihi-Nya. Dia tidak ingin cacat di mata Bapa-Nya dan tidak ingin memberikan keselamatan palsu kepada pengikut-Nya yang menjadi anak-anak Tuhan.

Apakah mungkin dan tega Yesus memberikan keselamatan palsu kepada kita, seperti kita memberikan anak-isteri kita kebahagiaan palsu dengan memenuhi dan melengkapi mereka dengan materi yang didapat dengan cara-cara illegal.

Dengan tertatih-tatih Yesus kepayahan memikul salib-Nya sendirian. Digiring dan disiksa di sepanjang perjalanan-Nya. Namun usaha keras-Nya itu membuahkan hasil dengan penyelamatan umat manusia yang kita rayakan dengan Paskah. Kita masih diberikan kesempatan untuk bertobat.

Konsep Perjanjian Lama mengartikan Paskah sebagai hari pembebasan dari perbudakan, dalam Perjanjian Baru juga demikian, Paskah merupakan pembebasan orang-orang percaya dari "perbudakan" dosa dan maut. Semestinya manusia itu mati karena dosa; namun kemenangan Tuhan Yesus di atas kayu salib telah membebaskan kita dari kematian itu.

Yesus telah menang atas dosa-dosa umat manusia secara universal, artinya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Peringatan Paskah juga merupakan suatu pesta kemenangan besar Yesus Kristus, sekaligus kemenangan besar bagi orang-orang percaya.

Yesus bukan hanya menang atas kematiaan-Nya saja di dalam kubur, tetapi sekaligus menang atas dosa manusia. Inilah salah satu dasar iman kepercayaan orang Kristen yang tidak boleh dilupakan. Makanya ketika Dokter Lukas mengatakan dalam bagian ini bahwa "Ia Tidak Ada di sini, Ia Telah Bangkit" (Lukas 24:6), haruslah diyakini bahwa Yesus Kristus benar-benar telah bangkit dari kubur, di gua itu sudah kosong, yang ada hanya kain kafan bekas pembalut mayat Tuhan Yesus. Tidak ada sejengkal pun alasan yang boleh membatalkan pernyataan ini.

Kalau kita perhatikan 1 Korintus 15:17 di sini Rasul Paulus mengatakan “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.” Karena itu, Kebangkitan patutlah dianggap sebuah bukti tentang pribadi Kristus yang Ilahi, Kemesiasan-Nya dan Kuasa-Nya menyelamatkan manusia dari dosa. Tanpa Kebangkitan, itu berarti Yesus yang kita sembah adalah Yesus yang tidak bedanya dengan para tokoh-tokoh agama. Kebangkitan-Nya sekaligus membuktikan Ia hidup.

Bangkitnya Yesus dari kematian merupakan makna dari Perayaan Paskah Umat Kristiani. Makna ini sebenarnya sejajar dengan Paskah Yahudi, Hari Raya Paskah merupakan peringatan peristiwa sejarah, yaitu pembebasan orang Israel dari perbudakan di Mesir (Keluaran 12:1-28). Paskah mempunyai ciri dirayakan terus-menerus.

Saat ini, kita dapatkan "Kemenangan Orang Percaya" tersebut, apa bukti kemenangan itu, bukankah Yesus disalibkan di bukit Golgota? Kejadian kebangkitan Yesus Kristus telah berlalu dua ribu tahun lebih. Dengan peristiwa Paskah ini, kemenangan orang percaya, kebangkitan Tuhan Yesus merupakan peristiwa yang penting dan dahsyat. Begitu kuat-Nya kuasa Kebangkitan membuat terobosan baru. Bagaimana dengan kita semua?

Sesungguhnya apa yang menjadi penghalang kita dalam hidup ini supaya bisa menaruh kepercayaan seratus persen kepada Tuhan? Apa yang senantiasa menjadi penghalang, membuat kita tidak setia kepada Tuhan. Sanggupkah kita menggulingkan batu penghalang hidup kita ini? Sebagai anak-anak Tuhan, mari kita sucikan hidup di jalan yang benar. Selamat hari Minggu, Tuhan memberikati. ***

Erwin Hartono, S.Pd

Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru

dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi